Rabu, 03 November 2010

NEGRI BERKAH DAN NEGRI TERKUTUK

Setiap negeri memiliki tanda-tanda yang dapat dikatergorikan sebagai negeri penuh Berkah dan negeri yang penuh Kutuk. Dikatakan Negeri Berkah karena segala apa yang ada di dalamnya akan menghasilkan kebaikan pada komunitas manusia sebagai sentral penciptaan dari alam semesta. Dan dikatakan Negeri Terkutuk karena di dalamnya tidak lain hanyalah akan menghasilkan kehinaan dan kenistaan.

TANDA NEGERI BERKAH:

- Negeri yang mendapatkan kemakmuran di kota dan kemakmuran di ladang.
- Kebaikan datang pada buah kandunganmu, hasil bumimu dan hasil ternakmu, yakni anak lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu.
- Bakulmu dan tempat adonanmu terisi manfaat dengan penuh.
- Diberkatilah engkau pada waktu masuk dan diberkatilah engkau pada waktu keluar.
- Musuhmu yang maju berperang melawan engkau, terpukul kalah olehmu. Bersatu jalan mereka akan menyerangi engkau, tetapi bertujuh jalan mereka akan lari dari depanmu.
- Semua bangsa akan takut dan menaruh hormat kepadamu.
- Terbukanya langit untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman.
- Engkau akan menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun


TANDA NEGERI TERKUTUK:

- Negeri yang mendapatkan kutukan di kota dan kutukan di ladang.

- Terkutuklah bakulmu dan tempat adonanmu.

- Terkutuklah buah kandunganmu, hasil bumimu, anak lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu.

- Terkutuklah engkau pada waktu masuk dan terkutuklah engkau pada waktu keluar.

- Akan tiba kutuk, huru-hara dan penghajaran ke antaramu dalam segala usaha yang kaukerjakan, sampai engkau punah dan binasa dengan segera karena jahat perbuatanmu.

- Akan datang penyakit sampar kepadamu, sampai dihabiskannya engkau dari tanah, ke manapun engkau pergi untuk mendudukinya.

- Engkau akan dihajar dengan batuk kering, demam, sakit radang, kekeringan, hama dan penyakit; semuanya itu akan memburu engkau sampai engkau binasa.

- Langit di atas kepalamu akan menjadi tembaga dan tanah yang di bawah pun menjadi besi.

- Hujan abu dan debu akan menimpa ke atas negerimu; dari langit akan turun semuanya itu ke atasmu, sampai engkau punah.

- Bumi akan mengeluarkan kandungan yang akan menyusahkanmu hingga kau terusir dari situ.

- Engkau akan terpukul kalah oleh musuhmu. Bersatu jalan engkau akan keluar menyerang mereka, tetapi bertujuh jalan engkau akan lari dari depan mereka.

- Mayatmu akan menjadi makanan segala burung di udara serta binatang-binatang di bumi, dengan tidak ada yang mengganggunya.

- Negerimu akan dihajar dengan berbagai penyakit yang aneh, dengan borok berkepanjangan, dengan kudis dan infeksi, flu dari berbagai binatang, virus aneh mematikan, yang dari padanya engkau tidak dapat sembuh.

- Banyak orang menjadi gila-tak waras, kebutaan norma kemanusiaan melanda dimana-mana, kehilangan akal untuk berfikir normal hingga tak lagi tahu mana yang benar mana yang salah. Maka engkau akan meraba-raba pada waktu tengah hari, seperti seorang buta meraba-raba di dalam gelap; perjalananmu tidak akan beruntung, tetapi engkau selalu diperas dan dirampasi, dengan tidak ada seorang yang datang menolong.

- Engkau akan bertunangan dengan seorang perempuan, tetapi orang lain akan menidurinya. Engkau akan mendirikan rumah, tetapi tidak akan mendiaminya. Engkau akan membuat kebun anggur, tetapi tidak akan mengecap hasilnya. Engkau akan menjadi komunitas pekerja, bukan majikan.

- Lembumu akan disembelih orang di depan matamu, tetapi engkau tidak akan memakan dagingnya. Keledaimu akan dirampas dari depanmu, dan tidak akan dikembalikan kepadamu. Kambing dombamu akan diberikan kepada musuhmu dengan tidak ada orang yang datang menolong engkau. Engkau akan menjadi peternak, tetapi bukan penikmat.

- Anak-anakmu lelaki dan anak-anakmu perempuan akan diserahkan kepada bangsa lain, sedang engkau melihatnya dengan matamu sendiri, dan sehari-harian engkau rindu kepada mereka, dengan tidak dapat berbuat apa-apa. Penduduk negerimu akan berlomba-lomba mencari pekerjaan di luar negerimu karena engkau tak menyediakan ladang untuk bekerja yang cukup bagi mereka. Walau mereka harus menjadi budak dan sasaran penyiksaan majikannya di luar negerimu.

- Suatu bangsa yang tidak kaukenal akan memakan hasil bumimu dan segala hasil jerih payahmu; engkau akan selalu ditindas dan diinjak. Engkau akan menjadi budak diantara orang asing.

- Engkau akan menjadi gila karena apa yang dilihat matamu.

- Kebobrokan moral dan kemunafikan akan mendarah daging pada berbagai sendi kehidupan disebabkan keserakahan mendera, dari mulai strata rakyat jelata hingga kepada para pembesar negerimu.

- Engkau dan pemimpinmu akan berlutut pada sebuah bangsa yang tidak dikenal olehmu ataupun oleh nenek moyangmu; di sanalah engkau akan mengabdi kepada sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat kepadamu.

- Rakyatmu akan mendapat siksaan dan sindiran dari berbagai bangsa, dengan negeri tetangga yang kecilpun engkau akan dihinakan dan tak mampu melawan.

- Investasi gencar dimana-mana, tetapi sedikit dana yang kembali, sebab korupsi akan menghabiskannya.

- Kebun-kebun anggur akan kaubuat dan kauusahakan, tetapi engkau tidak akan meminum atau menyimpan anggur, sebab ulat akan memakannya, sebab Engkau sendiri yang mencurinya.

- Engkau akan mendapat anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan, tetapi mereka bukan bagi dirimu, sebab mereka akan menjadi tawanan, mereka akan bekerja untuk melunasi hutang yang telah tercipta oleh generasi sebelumnya.

- Agrobisnis dan hasil tambang bumimu akan dikuasai oleh bangsa asing yang telah membeli dari para pembesar negerimu sendiri.

- Orang asing yang ada di tengah-tengahmu akan semakin sombong, terbiasa untuk menindasmu, tetapi engkau tidak bisa bangkit bahkan menjadi semakin hina.

- Bangsa asing akan memberi pinjaman kepadamu, tetapi engkau tidak akan memberi pinjaman kepadanya; ia akan menjadi kepala, tetapi engkau akan menjadi ekor.

- Segala kutuk itu akan datang ke atasmu, memburu engkau dan mencapai engkau, sampai engkau punah, karena engkau telah mendustakan prinsip hidup naturalistik dari Penciptamu.

- Dengan menanggung lapar dan haus, dengan telanjang dan kekurangan akan segala-galanya engkau akan menjadi hamba kepada bangsa yang menjajahmu. Engkau akan dipasung kebebasannya, sampai engkau binasa.

Tanda Negeri mana yang ada pada Negeri kita? Silahkan anda memilahnya. Saya yakin bahwa kita semua tidak menginginkan berada pada Negeri Terkutuk. Jika ya, maka bangsa kita akan tergulung oleh masalah kehidupan yang rumit dan tak terlihat ujung pangkal penyelesaiannya. Kita tidak akan dapat membedakan mana yang benar - mana yang salah, mana yang azasi mana yang perbudakan. Semuanya distandarkan kepada ukuran materialistik pada golongan masing-masing, bukan kepada konsep hidup di bawah satu komando yang pernah dijalankan oleh orang-orang mulia dahulu, tetapi berasal dari kesombongan dan keutamaan individu saja.

Buang kesombongan etnis, kesombongan spiritual historis, jabatan, harta, status sosial, dan perasaan ingin didahulukan. Itu tidak akan berguna dalam merajut sebuah konsep hidup yang dapat membangkitkan negeri. Sadari bahwa keberadaan kita di muka bumi sesungguhnya memiliki tujuan bagi kemanusiaan, bukan karena kebetulan.
Harapan untuk bangkit masih ada di depan mata, jalan menuju kemuliaan masih terbuka lebar. Dimulai dari hal yang sangat sederhana, yaitu mengasah kelembutan sikap kepada sesama, walaupun kepada orang yang memusuhi kita.

BELAJAR DARI TRADISI PENCIPTAAN MANUSIA

Lima ayat pertama dari Alquran surat al- ‘Alaq (96) –yang diyakini mayoritas ulama sebagai lima ayat paling pertama turun kepada Muhammad- sudah mengisyaratkan adanya hukum kehidupan (sunnatullah) proses penciptaan pada setiap manusia, tanpa kecuali. Pada ayat kedua dikatakan, “Dia telah mencipta manusia dari ‘alaq; sejak melekat; bergantung”. Mayoritas ulama menafsirkan kata ‘alaq dengan segumpal darah yang beku (al- dam al- jamid; the clot). M. Quraish Shihab (1995: 57) menerangkan, ada tiga periode dalam proses kejadian manusia menurut embriologi; periode ovum (menurut Alqur’an tahap nuthfah dan ‘alaqah), periode embrio (tahap mudhghoh), dan periode foetus (tahap izhâman dan lahman).

Dari segi bahasa maupun sunnatullah pada embriologi, penafsiran tersebut tidak actual. yaitu proses bertemunya sel sprema dengan ovum (sel telur) untuk saling melekat (implantasi), ketergantungan antar kedua sel tersebut, yang menentukan hamilnya seorang ibu. Sel terdiri dari plasma sel dan inti sel yang berada di tengahnya. Plasma tersebut berisi organel-organel seperti ribosom, mitokondria, dan lisosom. Di dalam initi sel terdapat kromoson-kromoson yang tersusun dari banyak gen yang berbentuk untai dobel yang saling melilit. Para ilmuwan, tulis Baiquni (1997: 185-202), sudak sejak lama meyakini bahwa apabila suatu sel membelah menjadi dua, proses itu (fithrah; pembelahan) didahului oleh pembelahan kromoson dan kemudian inti sel trbelah menjadi dua membawa kromoson masing-masing yang diikuti pembelahan oleh seluruh sel. Gen-gen dalam kromoson itu mengendalikan sifat-sifat makhluq yang mengandungnya, misalnya, warna dan bentuk rambut, warna mata, dan sebagainya. Berdasarkan fakta ilmiah tersebut, sangatlah ironi bila ada doktrin Islamisme atau mitos agamis di kalangan ibu-ibu hamil yang dianjurkan membaca surat Yûsuf dan Maryam agar anaknya kelak saat lahir menjadi ganteng dan cantik (secara biologis), meski gen orang tuanya tidak mendukung hal itu.
Digunakannya kata ‘alaq atau ‘alaqah dalam proses penciptaan manusia adalah saat di mana nuthfah (sperma laki-laki) sudah masuk ke dalam ovum. Sel telur kemudian dibuahi pada dinding rahim. Kepastian terjadinya proses kehamilan dimulai dari terjadinya pelekatan atau menempelnya sel telur yang telah dibuahi itu pada dinding rahim ibu. Jika penempelan ini lepas, yang terjadi adalah menstruasi atau keguguran.


Pada ayat tersebut dinyatakan bahwa penciptaan itu disebutkan dari tahap ‘alaqah menekankan detik yang menentukan dari proses terciptanya manusia. Hal ini juga mengisyaratkan ketergantungan manusia kepada ibunya. Ibunyalah yang dijadikan sarana (syarat) oleh Allah di dalam Dia mencipta setiap manusia, tidak terkecuali Adam as dan Isa al- Masih. Oleh sementara ulama—Yahudi, Nasrani dan Islam—berpendapat bahwa penciptaan manusia pertama terjadi di alam surga dengan proses yang sangat irrasional dan tidak sesuai dengan sunnatullah. Di antaranya, al- Jubâ’î yang mengatakan bahwa manusia diciptakan di surga yang terletak di langit ke tujuh (di luar planet bumi) sebelum diturunkan ke bumi. (Fakhru al- Râzî, 1990: 452). Pendapat ini tidak sejalan dengan sains karena makhluq biologis menuntut syarat tertentu untuk dapat bertahan hidup. Dari semenjak awal proses penciptaannya, manusia belum pernah punah, dari segi ini dapat disimpulkan bahwa kehidupan makhluq biologis –manusia-belum pernah mengalami transformasi dari planet lain (semacam surga) ke planet bumi.

Meskipun di beberapa ayat lain, Allah menegaskan bahwa penciptaan manusia berasal dari air (QS. al- Anbiyâ (21): 30; an- Nûr (24): 45; al- Furqân (25): 54). Dikatakan dari air karena memang kehidupan manusia ini bisa berkembang dan tumbuh bagaikan tumbuhan (QS. Nûh (71): 17-18) disebabkan adanya air. Dunia sains membuktikan bahwa seluruh makhluq biologis membutuhkan air. Hanya pada planet yang memiliki cadangan air saja yang memungkinkan untuk dihuni oleh manusia.

Pada ayat yang lain disebutkan bahwa penciptaan manusia berasal dari tanah seperti dalam surat al- ‘An’âm (6):2. Tanah adalah unsure terpenting dari bumi yang di dalam tanah terdapat unsur yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Hewan dan tumbuhan yang dikonsumsi oleh manusia adalah tumbuh dan hidup dari tanah. Karenanya, manusia dikatakan tercipta dari tanah, seperti halnya Adam dan Isa. “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti penciptaan Adam, Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, “Jadilah” maka jadilah dia.” (QS. Ali ‘Imrân (3): 59). Untuk memahami maksud ‘dari tanah’ pada ayat ini, kita harus memakai ayat bantu lainnya yang secara lebih terinci melukiskan proses sunnatullah penciptaan manusia –seperti Adam dan Isa- tersebut.
Menurut Tradisi Tuhan, proses penciptaan manusia selalu melalui enam tahapan (sittati ayyâm), seperti yang difirmankan dalam surat al- Mu’minûn (23): 12-14, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sesuatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) di dalam tempat yang kokoh. Kemudian air mani itu Kami jadikan ‘alaqah, lalu ‘alaqah itu kami jadikan embrio, dan embrio itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluq yang berbentuk lain (bayi). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”
Proses kejadian/penciptaan manusia berlangsung tahap demi tahap secara sistematis, yaitu enam tahapan (sittati ayyâm) penciptaan, yaitu:
1. Dari shulâlah bermutasi menjadi nuthfah ;
2. Dari nuthfah berubah menjadi ‘alaqah ;
3. Dari ‘alaqah berkembang menjadi mudhghoh ;
4. Mudhghoh diberi kerangka ‘izhâman ;
5. Setelah adanya izhâman dibalut dengan lahman ; dan
6. Setelah perkembangan lahman selesai, dia berubah menjadi khalqan âkhar/thiflan (manusia baru). Ringkasnya, proses enam tahap penciptaan manusia dimulai dari nuthfah (sperma), kemudian ber-álaqah, berkembang menjadi mudhghoh (embrio), lalu diberi ‘izhoman (tulang belulang rawan), kemudian diberi lahman (daging), dan pada tahap keenam sempurnalah menjadi khalqan âkhar (bayi).

* * * * *
Di samping bahasan soal proses tradisi penciptaan manusia tersebut, hal yang tak kalah pentingnya untuk dikaji adalah apa nilai wahyunya terhadap tugas kerasulan Muhammad untuk memenangkan dîn al- Islâm (QS. 61/ 9), menjadi Khalifah dunia. Yang pasti Allah mengajarkan hal itu kepadanya –dan tentunya kepada kita hari ini- bukan agar dia menjadi juru rawat, bidan bersalin atau ahli kandungan. Ingat, fungsi dasar dari Kitab Suci Alqur’an adalah sebagai petunjuk jalan keselamatan bagi seluruh manusia tanpa terkecuali. Ayat ini pun pasti dijadikan petunjuk oleh Muhammad di dalam memenangkan sistem Kerajaan Allah dari segala sistem hidup buatan manusia. Memimpin ummat sampai kepada fajar kebangkitan Peradaban Langit dalam Kerajaan-Nya. Sebagai petunjuk di dalam “mencipta” kondisi jannah di mana hukum Allah dijadikan sebagai satu-satunya sumber hukum hidup dan kehidupan.

Apa hubungan proses sittati ayyâm penciptaan manusia dengan peredaran kebangkitan Dunia Islam? Penegasan kebangkitan Ummat Islam (sebagai suksesi peradaban batil ke peradaban haq) berlangsung seperti proses penciptaan manusia termaktub di dalam surat Luqmân (31) ayat 28; “Penciptaan dan kebangkitan kamu sekalian itu tak ubahnya seperti cerita Allah menciptakan satu diri, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat”. Artinya, cerita (tahapan) tentang penciptaan (alam dan manusia) itu adalah sebuah tradisi (sunnah), yang harus diaktualisasikan dalam menciptakan kamu sekalian sebagai sebuah ummat (bangsa) yang nanti akan menjadi dewasa. Artinya, kejadian dan kebangkitan kamu kalian (sebagai ummat; bangsa yang beradab dan berdaulat) tak ubahnya seperti Allah menciptakan seorang manusia dari suatu zat yang sangat sederhana.
Organisasi tubuh manusia merupakan satu kerangka struktur yang terbaik. Allah menyatakan, “Sungguh Kami telah mencipta manusia dalam sebaik-baik bentuk”. Oleh sebab itu, adalah wajar dan rasional jika dijadikan patron berorganisasi (manajemen bernegara) oleh Rasulullah. Sistem kerja fisik tubuh manusia merupakan contoh terbaik dari sistem social. Kehidupan suatu organisasi Negara, sadar atau tidak sadar meniru sistem ini. Dengan demikian, Alqur’an menjelaskan sunnatullah sebagai hal yang matriks atau terukur, terarah dan pasti. Dengan sangat menyesal penulis tidak dapat membahas konsep sittati ayyam secara utuh saat ini di fb. Sebaiknya masalah ini didiskusikan dalam satu pembahasan tersendiri.


Demikianlah ‘ibroh; pelajaran penting yang harus dicerdasi dan diikuti oleh para aktivis pembebasan sebagai metode dalam menegakkan kembali sistem Langit (Kerajaan Allah). Bukan dengan cara berteriak-teriak di jalan sambil menggelar spanduk atau terus berda’wah tanpa visi dan misi yang jelas dan haq. Ingat! Hal ini adalah paten, tak bisa ditawar-tawar. Jadi, segala bentuk gerakan (perjuangan) apapun yang nampak di permukaan hari ini tidak akan pernah berhasil dengan aman dan sukses sampai ke titik tujuan, bilamana tidak mengikuti sunnah Rasul di atas. Aqidah penulis, lebih baik perjuangan tersebut mundur ke fase awal –dengan da’wah secara sirron (selektif), ketimbang terus maju bergerak tanpa menuai hasil yang pasti. Ini adalah salah satu jawaban Allah kenapa perjuangan ummat Islam di seluruh belahan dunia, hingga hari ini terus mengalami kegagalan demi kegagalan, tidak diridhoi dan dicintai oleh Allah. Padahal kalau pergerakan itu betul-betul haq, wajib bagi-Nya menolong orang-orang mu’min. Renungkan Alqur’ân surat al- Isrâ (17): 81; surat Yûnus (10): 103; surat ar- Rûm (30): 47; dan surat Muhammad (47): 7

Sudah saatnya kita bercermin dari kegagalan-kegagalan para pendulu yang berjuang untuk kebangkitan Islam tanpa belajar dari tradisi Allah dan tradisi Rasul (sittati ayyâm) sebagai manhaj perjuangan (da’wah dan jihad). Mulai dari seorang diri, Muhammad kemudian berda’wah secara sirron kemudian jahron, akhirnya dia hijrah akibat direfresif oleh penguasa zhalim, menyusun shoff (barisan) militer untuk melakukan beberapa peperangan, hingga akhirnya berhasil menaklukkan Mekah (futuh Mekah), dan memproklamirkan diri sebagai Khalifah. Saatnya kita kembali meluruskan visi dan misi perjuangan. Silakan saudara mengukur haq batil dari suatu gerakan dengan timbangan yang haq pula, bukan mengukurnya dengan praduga dan hayalan subjektif (zhannîy dan amanîy) Anda, apalagi atas ukuran perasaan (like and dislike).

MEMBACA ALAM MEMBACA AYAT

Selama ini, sementara ahli hanya membahas sunnatulloh dalam kaitannya dengan hukum akwan secara fisik biologis, yaitu sunnah pada kehidupan alam tetapi melupakan (bahkan tidak memahami) sunnatulloh yang dilukiskan Alloh lewat firman-firman-Nya dalam Kitab-kitab Suci termasuk Al- Quran. Kalaupun pembahasan tentang ayat-ayat alam ini dilakukan, maka para ahli memakai pendekatan disiplin keilmuan masing-masing ahli bukan dalam perspektif Al- Quran sebagai hudan (petunjuk) bagi tugas kerosulan Muhammad saat itu dan relasinya dengan generasi Islam kini dan yang akan datang. Hal ini mengakibatkan, tafsir-tafsir yang ditulis oleh para ahli selama ini belum sanggup membangkitkan spiritual dan minat manusia untuk menjadikan Al- Quran itu sebagai Kitab yang “Hidup” yang dijadikan sebagai wahyu Allah yang instruksional dan actual bagi mereka yang membacanya.

Sebagai seorang mu’min kepada Kitab-kitab Allah, harus mampu menempatkan dan melihat tujuan sunnatullah pada alam dan ayat-ayat kawniyah (alam) sebagai aayaatin li ulil albab; tanda-tanda bagi orang-orang yang cerdas. Karena fungsi ayat-ayat itu adalah hudan lin naas; petunjuk bagi manusia, maka Allah akan memperlihatkan dan membukakan rahasia ghoib dari makna ayat-ayat kawniyah itu kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah ingin berbicara dan menjelaskan kepada manusia melalui alam dan sunnatulloh di dalam kehidupan manusia, sehingga akan lebih mudah untuk difahami dan diingat bukan sebaliknya.


Ayat Kawniyah, Ayat Mutasyabihat
Al- Quran banyak bercerita tentang alam, baik yang sifatnya makro maupun alam mikro, yang sebenarnya itu hanya bahasa pengantar dari Allah agar manusia mampu mencermati tentang adanya sunnatulloh di dalam diri dan masyarakat manusia dari zaman ke zaman. Sebagai bahasa pengantar, ayat-ayat alam itu sendiri menyimpan makna sesungguhnya di balik tekstual ayat. Allah ingin mengantarkan manusia kepada pemahaman sesungguhnya dengan memakai ayat-ayat alam yang inderawi, sehingga lebih mudah untuk diingat dan dipahami. Seperti makna kata air sebagai symbol wahyu, langit sebagai symbol dari pemimpin atau penguasa, dan bumi sebagai perumpamaan dari rakyat yang musti dilindungi dan diayomi.

Bruno Guiderdoni (2006: 62) menjelaskan, demi kontinuitas pesan-Nya, Allah menggunakan bahasa mutasyabihat dalam bentuk tamsil dan symbol (al- matsal wa al- ramz) yang bersifat universal, untuk membangkitkan kembali daya tangkap spiritualnya. Hemat penulis, bentuk tamsil dan symbol dari ayat-ayat mutasyabihat tersebut tidak semata bersifat universal namun juga sifatnya yang faktual dan aktual. Hal tersebut bisa kita buktikan dari semua jenis binatang yang dijadikan matsal dalam Al- Quran, seperti onta, keledai, laba-laba, lebah, anjing dan sebagainya, semuanya sangat factual dan actual dalam arti semua binatang tersebut masih dapat kita jumpai secara mudah hingga hari ini, jadi bukan binatang yang dapat punah. Karenanya, manusia setiap saat, dari zaman ke zaman dapat selalu mengambil ‘ibroh (pelajaran) dari matsal dan romza Al- Quran yang begitu indah.

Dari gambaran singkat di atas, jelas bahwa ayat-ayat alam dalam Al- Quran termasuk ayat mutasyabihat, yang mayoritas tergolong ayat-ayat makkiyah. Dalam sementara literatur ‘ulumul Quran, ayat-ayat mutasyabihat hanya dikaitkan dengan huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan beberapa surat Al- Quran seperti alif-lam-mim dan hal-hal yang bersifat ghoib.
Dalil yang sering dijadikan dasar argumentasi mereka adalah, “Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al- Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al Quran dan yang alin (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya lebih condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya. Dan tiada yang mengetahui ta’wilnya (ayat-ayat mutasyabihat) kecuali Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semua itu dari sisi Rob kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (dari ayat mutasyabihat) kecuali orang-orang yang cerdas” (QS. Ali ‘Imran (3): 7).

Mayoritas ahli tafsir –khususnya ulama salaf dan sebagian ulama khalaf— mengatakan bahwa makna ayat-ayat mutasyabihat hanya Alloh semata yang tahu, meski Al- Quran sendiri membantahnya. Memang betul yang mengetahui ayat-ayat mutasyabihat hanya Allah, tetapi jika orang yang beriman mengatakan bahwa ayat-ayat mutasyabihat –seperti pada akwan itu— semuanya dari Allah, maka tidak ada yang dapat memahami maknanya illa (kecuali) ulul albab; orang-orang yang cerdas. Artinya, masih ada orang yang dapat memahaminya meski hanya segelintir orang saja.

Jika sampai hari ini banyak ahli yang belum mampu memecahkan makna dari ayat-ayat alam (mutasyabihat), itu karena Alloh belum berkehendak dan ridho kepadanya. Atau dalam bahasa Al- Quran, “yudhillu bihi katsiiron wa yahdiy bihi katsiiron; Dengan perumpamaan (ayat mutasyabihat) itu banyak orang yang disesatkan Alloh dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya hidayah” (QS. al Baqarah (2): 26). Artinya, mereka bukanlah ulul albab sejati, sehingga “berlindung” di balik kata “tawadhu’” atau kalimat “wallohu a’lamu bish showab ”. Ingat, Al- Quran adalah Kitab petunjuk buat manusia, maka jika anda mengatakan bahwa ada ayat-ayat atau huruf-huruf yang tidak mampu dipahami maknanya oleh manusia, berarti ayat-ayat dan huruf-huruf tersebut tidak memiliki nilai petunjuk. Karenanya, dia adalah hal yang sia-sia (bathil) padahal Allah tidak pernah mencipta satupun mahkhluq yang bathil.

Demikian kajian singkat penulis dalam mencerdasi dan mencermati sajian bahasa dan bahasan Al- Quran yang begitu indah, ilmiah, dan sistematis. Hanya mereka yang tidak memahami esensi dan frame Al- Quran, baik yang turun pada periode makkiyah maupun madaniyah, yang ber-zhann bahwa Kitab Suci Al- Quran tidak sistematis. Kiranya kajian ini dapat mengantar kita untuk mengkaji ulang ayat-ayat kawniyah dalam rangka memahami dan mengaktualisasikannya dalam misi da’wah dan jihad. Semoga !!!

ISLAM DAN BUDAYA TASAUF

Kebudayaan umumnya dikatakan sebagai proses atau hasil krida, cipta, rasa, dan karsa manusia dalam upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya. Alam ini, di samping memberikan fasilitas yang indah, juga menghadirkan tantangan yang harus diatasi. Manusia tidak puas dengan hanya apa yang terdapat pada alam kebendaan. Manusia memiliki wawasan dan tujuan hidup tertentu sesuai dengan kesadaran dan cita-citanya.

Budaya Islam yang disebarkan oleh para Nabi dan Rosul adalah Islam yang sejati, Islam yang original yang memancarkan budaya Islam Syar’i. yakni bentuk pemahaman dan pengamalan Nabi atas ajaran yang belum dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya lokal; akan tetapi justru mengubah budaya lokal yang pluralistik menjadi tauhid, yang hanya mencintai Allah saja. Sepanjang perjalanannya, penyebaran Islam selalu terbentur dengan budaya-budaya masyarakat lokal. Dalam interaksi Islam dan berbagai budaya lokal tentu terdapat kemungkinan Islam mewarnai, mengubah, mengolah, dan memperbaharui budaya lokal, tetapi mungkin pula Islam yang justru diwarnai oleh berbagai budaya lokal. Masalahnya disini, apakah para pendukung Islam yang aktif, atau malah sebaliknya para pendukung budaya lokal yang telah memahami ajaran Islam menurut kacamata warisan budaya lokal mereka. Melalui hal ini timbul proses lokalisasi unsur-unsur Islam yang kelak dalam sastra budaya melahirkan Islam Konservatif (tradisional). Begitu juga jika para ulama pendukung Islam yang aktif mengislamkan masyarakat, tentu yang muncul adalah budaya Islam Pesantren.

Di samping itu budaya umat manusia juga selalu berkembang dan dinamis. Karena itu, dalam interaksi budaya lokal dan budaya Islam tentu muncul dua budaya yang berbeda; budaya Islam yang original (progresif) dan budaya Islam yang tradisional (ekspresif-konservatif). Budaya Islam yang progresif adalah pengembangan cara berfikir ilmiah yang menghasilkan berbagai disiplin ilmu. Para pendukung kebudayaan progresif umumnya adalah pecinta ilmu pengetahuan, dan selalu tanggap terhadap unsur-unsur positif baik dalam budaya asing, untuk mendukung pengembangan, progresifitas, dan dinamika budaya Islam. karena mereka memandang kebudayaan sebagai proses yang selalu berkembang, sehingga wawasan merekapun dinamis. mereka memandang hasil budaya pada suatu zaman adalah bernilai untuk sementara waktu, dan pasti akan diganti oleh hasil budaya yang lebih unggul nilainya. Sedangkan puncak kebudayaan ekspresif bermuara pada kepercayaan mitologis dan mistik.

Para pendukung Islam ekspresif-konservatif umumnya bersikap statis dan tradisional, mereka menilai hasil kebudayaan sebagai sesuatu yang final. Mereka yang berwawasan tradisional kurang tanggap terhadap perlunya perubahan maupun penyesuaian budaya Islam terhadap kemajuan zaman. Misalnya, mereka menyayangkan ditinggalkannya budaya ruwatan, tayuban, tahlil, ziarah, wayangan dan sebagainya. Mereka khawatir anak-anak kini tidak bisa lagi menjalankan tradisi itu.

Ajaran Islam yang asli adalah bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah atau pengamalan yang dicontohkan oleh Rasulullah dari awal menerima wahyu sampai Dien Islam tegak. Pemahaman Islam yang utuh meliputi tiga aspek : Iman, Hijrah, Jihad. Inti sari Iman menurut perspektif Al Qur’an adalah pengesahan Allah; yang jernih, dan murni, serta tidak mengenal kompromi terhadap mitologi dan kemusyrikan. Islam menganut paham yang rasional dan jernih, yang menolak setiap bentuk kuasa rohani selain Allah. Islam sebagai ajaran dari Tuhan sangat menghargai logika penalaran; konsep ijtihad sebagai sumber dinamik sebagai pengembangan ajaran. Pendekatan ilmiah untuk mendinamisasi pengembangan ajaran adalah mutlak, tanpa hal ini ijtihad akan lumpuh, demikian pula tanpa pendekatan ilmiah, pemahaman terhadap konsep tauhid tidak akan jernih.

Sedangkan budaya islam konservatif atau tradisional berpangkal pada ajaran tasawuf atau sufisme yang berorientasi pada paham mistik. Mistisisme dalam islam dikenal dengan nama tasawuf dan oleh kaum orientalis barat disebut sufisme. Ajaran tasawuf ini tidak bisa menjadi dasar modal bagi kehidupan modern, apalagi di jadikan dasar untuk mengembangkan ajaran Islam yang murni berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah. Ajaran Islam yang original sangat menekankan nilai moral idealis yang tinggi, bukan moral spiritual yang mistik. Tergusurnya moral spiritual yang idealis berarti tergusurnya jiwa keislaman, meskipun masih melaksanakan shalat lima waktu, zakah, puasa, haji. Dia punya islam, tetapi tidak menghayati Ruh keislamannya.

Ajaran tasawuf ini telah menjadi inti dari ajaran mistik yang berkembang selama berabad-abad bahkan sebelum diutusnya Nabi Muhammad. Ajaran mistik ini telah lama berkembang dalam agama Hindu, Budha, Kristen, bahkan dalam filsafat Yunani kuno yang dikembangkan oleh NeoPlatonisme (427-347 SM). Ia juga telah menyebar di Timur Tengah, seperti Mesir, Syiria, Persia, Basrah, sampai mencakup daratan Eropa, Asia dan Afrika. Bahkan sampai hari ini ajaran tersebut masih mendominasi ajaran Islam yang murni, puncaknya pada abad ke-12 M, ia dikenal dalam islam sebagai ajaran tasawuf, dan para pengikutnya disebut sufi. Ajaran ini awal pertumbuhannya dikembangkan oleh para elite kerohanian, kemudian pada abad ke-13 M terjadi kemunduran pemikiran Ijtihad dalam Islam. Sebagai gantinya, ajaran tasawuf dengan berbagai tarekatnya menguasai pemikiran Islam. Kemunduran umat Islam ini disimbolkan oleh runtuhnya Kebudayaan intelektual Baghdad dan Cordoba, sehingga sejak abad 13 sampai abad ke-20 M, hingga hari ini pemikiran islam didominasi oleh ajaran sufisme dengan berbagai tarekat, khurafat, dan takhayul.

fakta historis juga mencatat bahwa ajaran -tasawuf, sufisme, mistis- adalah warisan agama Parsi kuno yang menyembah dewa-dewa (panganisme). Bahkan dipercaya, empat mazhab besar seperti Hanafiah, Malikiah, Syafi’iah, dan Hambaliah menganut paham tasawuf. Mereka bukanlah orang yang hidup pada zaman nabi Muhammad, bahkan tidak pernah merasakan keras dan pahitnya perjuangan nabi. Mereka hidup sekitar 230 tahun atau 270 tahun setelah nabi yang agung wafat. Imam Muhammad Ismail Bukhari (846 M), imam Muslim Bin Hajjaj Al Qasheeri, Abu Abdullah Ibn Yazeed Ibn Majah, Sulaeman Abu Dawood, Imam Abu Musa Tirmizi, dan Abu Rahman Nisai, mereka datang dari kerajaan Persia yang dikalahkan oleh pasukan Islam. Serta Syaikh Muhammad Bin Yaqoob Bin Ishaq Al-Kulaini, Syaikh Abu Ja’far Ibn Ali Ibn Babwayhi Al-Qummi serta Syaikh Ibn Hassan Al-Toosi berasal dari Persia, tak satupun dari orang-orang ini yang orang Arab. Mereka semua orang majusi dari kerajaan Persia Sassanid yang sakit hati terhadap umat Islam akibat kekalahan mereka oleh pasukan Islam.

Para pengikut Majusi-Zoroastrian ini banyak diantara mereka memakai nama dan kedok muslim. motiv utama yaitu memecah belah umat muslim menjadi beberapa sekte, sehingga mendorong mereka untuk berselisih satu sama lainnya dan menjadikannya meninggalkan Al Qur’an. Mereka selalu sibuk mengeluarkan bid’ah-bid’ah pribadi dari teks-teks kitab suci, melegitimasinya dengan kedaulatan Tuhan, menafsirkan kitab suci menurut hawa nafsu, memonopoli penafsiran kitab suci, memaksa orang lain untuk menerima pendapat pribadi mereka dan bergelimang dalam khurafat dan takhayul. Mereka adalah orang-orang yang Dimana kemunculannya seiring dengan mulai runtuhnya kebudayaan intelektual islam, dan budaya tasawuf mulai mendomionasi ajaran islam murni. Begitu juga dengan ulama-ulama atau imam-imam yang muncul pada masa kehancuran kekuasaan Islam yang berkedok sebagai domba, padahal mereka adalah serigala yang amat buas.

Akibat runtuhnya kebudayaan Islam serta para intelektualnya di Baghdad, Cordoba dan daerah-daerah Islam lainnya, maka kevakuman ini kemudian diisi oleh ajaran tasawuf; tetapi sayangnya, ajaran tasawuf adalah memistikkan ajaran Islam murni (Al Qur’an dan Sunnah). Sehingga mengubah citra islam menjadi ajaran yang mengembangkan budaya ultra ekspresif (budaya mistis-tasawuf). Ini berlawanan dengan ajaran islam Murni yang mengedepankan budaya yang progresif yakni penalaran logika-ilmiah yang merupakan ijtihad murni berdasarkan Kitab suci. Cara berfikir Sufisme lebih menomorsatukan paham animisme, ilmu gaib, dan tahayul. Ciri khas ajaran tasawuf-sufisme adalah menganut kepercayaan roh dan daya gaib yang bersifat aktif warisan nenek moyang yang tidak berlandaskan kepada Al Quran dan Sunnah. Prinsip roh aktif menurut mereka adalah bahwa roh orang mati tetap hidup dan bahkan menjadi sakti seperti dewa, bisa mencelakakan atau mensejahterakan masyarakat manusia. Dan roh gaib itu juga di yakini dapat membantu atau mengganggu kehidupan manusia, artinya dapat di manfaatkan.

Tentu hal ini menumbuhkan kelompok-kelompok pawang kebatinan, dukun, pendeta atau paranormal yang berfungsi sebagai perantara untuk bisa berhubungan langsung dengan roh dan kekuatan gaib tersebut. Jadi pola berfikir sufistik jelas menyimpang dari ajaran Islam, karena tidak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah serta pengalaman yang dicontohkan para Rasulullah. Ajaran tasawuf ini juga telah berkembang di nusantara; khususnya tanah jawa, jauh sebelum Islam masuk ke bumi nusantara. Dimana kerajaan Hindu dan Budha yang menganut paham mistisme sudah mengakar di masyarakatnya. Sudah menjadi hal yang lazim, setiap penguasa pasti mencoba menanamkan pahamnya kepada masyarakatnya. Sehingga ajaran Islam murnipun telah bercampur dengan ajaran tasawuf di tanah jawa. Bahkan para wali yang menyebarkan islam di tanah jawa pun dipercaya telah terkontaminasi oleh budaya lokal. Sehingga perlu diadakan evaluasi religi tasawuf-sufisme-mistis yang telah mengakar kuat semenjak zaman pra-sejarah di Indonesia, khususnya di Jawa.

Ajaran tasawuf memuncak pada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa melalui pengembangan ilmu pedukunan, ilmu klenik dengan rumusan lafal berbahasa Arab yang dipercayai berdaya magis. Demikian pula ilmu santet, ilmu tenung, adat istiadat kesukuan, upacara religi atau ritual-ritual, mantra-manta atau kidung-kidung untuk memohon bantuan roh nenek moyang dan menolak segala penyakit, merupakan warisan ilmu hitam nenek-moyang yang berkaitan dengan kepercayaan animisme, bukan warisan ajaran Islam yang yang di bawa oleh Rasulullah. Ajaran ini jelas-jelas menyimpang dari syariat Islam. Anehnya dalam masa transisi menuju modern ini, ilmu perdukunan dan jampi-jampi justru kian marak, dan bahkan sering dikaitkan dengan ilmu pijat urut dan sebagainya. Padahal bagi umat Islam, kepercayaan akan adanya roh dan daya gaib ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Pada intinya kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa ajaran tasawuf-sufisme-mistis bukan warisan ajaran Islam murni, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah serta tidak berlandaskan Al Quran dan Sunnah dan sesat menyesatkan.

Pengertian Ad-Dien ≠ Agama

Para pemikir Barat tidak sepakat dalam memberikan definisi agama, masing-masing mendefinisikan agama dari sudut yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan dangkalnya pemahaman mereka terhadap agama. Dalam Encyclopedia of Philosophy, philosof-philosof terkenal memberikan definisi masing-masing, ada yang mengatakan agama itu tidak lebih daripada konsep morality / akhlak, ada juga yang mengatakan agama itu sesuatu yang menyentuh hal-hal ruhaniyyah / spiritual saja, ada pula yang mendefinisikan agama dengan ritual / upacara penyembahan.
Sejak abad ke 4 sebelum Masehi, falsafah adalah merupakan sumber pemikiran Barat. Plato dan Aristoteles sebagai nabinya berpendapat bahwa alam ini ada dengan sendirinya (Being qua being), tidak ada kaitan dengan kekuasaan tuhan. Kemudian pada abad ke 17 masehi Barat mengalami paradigm shift (perubahan paradigma) mereka tidak lagi berkiblat pada filsafat aristoteles dan plato, akan tetapi mereka mulai memberikan perhatian kepada filsafat yang baru muncul pada era enlightment, yaitu positivisme.
Dengan lahirnya paradigma yang dipelopori oleh Isaac Newton ini, metaphysic (yang dimana agama dimasukkan kedalam salah satu kategorinya) dipisahkan daripada sains. Sains dijadikan sesuatu yang mutlak, tidak diragukan kebenarannya karena sains dihasilkan melalui scientific methods (eksperimen, verifikasi dll.) sedangkan metaphysic dan agama menurut Hume adalah berdasarkan illusi semata-mata. Dengan keangkuhan mereka agama mulai disudutkan, agama dikatakan opium yang merusak manusia. Karena agama akan menjadi candu bagi manusia atau sebaliknya manusia akan kecanduan agama.
Dalam era inilah Sekularisasi dihasilkan sebagai senjata untuk melawan pengaruh agama terhadap manusia. Menurut Prof. al-Attas (ketua ISTAC) Sekularisasi adalah suatu program falsafah yang beroperasi untuk mematerialisasikan alam (disenchantment of nature) menafikan kesakralan politik (desacralization of politics) menghapuskan nilai-nilai luhur (deconsecration of values). Seorang sosiologis Jerman Max weber tidak menafikan hal ini bahkan dia menyimpulkan bahwa tujuan sekularisasi adalah untuk membebaskan alam manusia ini dari pengaruh petunjuk ajaran agama.
Tidak heran apabila kebanyakan pemeluk agama hanya menumpukan pada akhlak, spiritual, ritual dan masalah pahala. Yang orientasinya hanya sebatas personal. Agama menurut pandangan mereka harus terpisah dengan kehidupan nyata, agama tidak boleh mencampuri urusan politik, ekonomi dan sosial. Agama hanyalah tempat ritual yang dikunjungi pada waktu-waktu tertentu. Tetapi bagi ummat Islam apakah hal ini berlaku pada Islam? Sejauh manakah peranan agama dalam perspektif Islam dalam mengatur kehidupan manusia?
Secara Etimologi atau kajian Bahasa
Agama dalam konsep Islam disebut Dien Kata Ad-Din berasal dari kata Daana, yadiinu, wa Diinan ( دان يدين و دينا ) yang berarti tanggungan, hutang, keharusan penegakan peraturan. Ad-Din adalah hutang yang harus dibayar dan dipertanggung jawabkan, atau peraturan yang harus dilaksanakan. Dalam kamus Bahasa Arab disebutkan beberapa kemungkinan makna دين dalam Al-Qur’an diantaranya adalah : 1) السلطان والحكم (Assulthon wal hukum)= kekuasaan, 2) الطاعة = (Atto’ah) ketaatan, 3) الجزأ =(Al-Jaza) pembalasan, 4) العادة = (Al-A’daat) kebiasaan, 5) الحساب =( A-Hisab) perhitungan.
Penggunaan kata Ad-Din dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an mengungkapkan kata Ad-Din sebanyak 92 kali. Secara umum kata Ad-Din diungkap pada surat-surat Makiyah sebanyak 47 kali. Dan pada surat-surat Madaniyah sebanyak 45 kali. Melihat pengungkapan kata Ad-Din pada ayat Makiyah dan Madaniyah, maka dapat pula dikatakan bahwa porsi kata Ad-Din pada keduanya berimbang. Walaupun lebih banyak pada surat-surat Makiyah. Kondisi ini mengindisikasikan bahwa di Makkah dakwah Islam untuk memperkenalkan ajaran system hidup kehidupan yang dibawa Muhammad, sedangkan pada zaman Madaniyah lebih pada penataan atau pendalaman, aktualisasi tentang Hukum . Ad-Din.
Apabila mengkaji ad-Din dalam ayat-ayat Al-Qur’an, dapat ditarikesimpulan bahwa kata Ad-Din mengandung empat makna yang saling terjalin satu sama lainnya dan tak dapat dipisahkan. Karena makna satu dengan makna yang lain saling menjelaskan, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Makna-makna tersebut adalah sebagai berikut :
A. Penyerahan Diri
إن الدين عند الله الإسلام وما اختلف الذين أوتوا الكتاب إلا من بعد ما جاءهم العلم بغيا بينهم ومن يكفر بآيات الله فإن الله سريع الحساب
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 19)md.
Makna Ad-Din pada ayat diatas yakni, kepatuhan kepada Allah dan ketetapan-Nya, berikrar dengan ucapan dan hati tanpa rasa takabur, tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain serta tidak pula berpaling dari-Nya. Aplikasinya dengan ibadah dan rendah diri (tunduk), taat pada perintah-Nya serta meninggalkan larangan-larangan-Nya.
قل إني أمرت أن أعبد الله مخلصا له الدين(11) وأمرت لأن أكون أول المسلمين(12)
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya mengabdi Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri”.(Q.S. Az-Zumar [39]: 11-12)mk.
Dua ayat tersebut menjelaskan supaya manusia beribadah kepada Allah secara ikhlas. Penyembahan terhadap sesuatu hanya dapat terjadi karena seseorang merasa lebih lemah terhadap sesuatu yang memiliki kekuasaan dan kekuatan. Sehingga, dengan penyembahan ini si lemah merasa mendapat perlindungan dan terhindar dari rasa kekhawatiran dan ketakutan.
Tegasnya, pada ayat tersebut bahwa seluruh alam semesta beserta isinya telah tunduk, taat, dan berserah diri pada kekuasaan Allah.
b. Kerajaan dan Kekuasaan
Perkataan dien juga mempunyai arti kerajaan (judicious power). Konsep ini sangat berkaitan dengan tauhid uluhiyyah yang merupakan perkara paling penting dalam aqidah Muslim. Seseorang itu tidak diterima imannya dengan hanya percaya kepada Allah sebagai Rabb akan tetapi ia hendaklah iman kepada Allah sebagai Ilah. Dan memperjuangkan bahwa hanya Allah lah yang berkuasa atau Allah sebagai Malik / raja di alam semesta ini khusunya didunia. Ini bermakna Allah adalah satu-satunya Tu[h]an yang disembah, ditaati, Dialah penguasa dan Raja.
ما تعبدون من دونه إلا أسماء سميتموها أنتم وآبآؤكم ما أنزل الله بها من سلطان إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم ولكن أكثر الناس لا يعلمون
“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Qs: Yusuf:40)mk
قل يا أيها الناس إن كنتم في شك من ديني فلا أعبد الذين تعبدون من دون الله ولكن أعبد الله الذي يتوفاكم وأمرت أن أكون من المؤمنين
Katakanlah: “Hai manusia, jika kamu masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman”,
Tauhid uluhiyyah ini yang membedakan musyrikin dengan mu’minin. Dari sinilah lahirnya Istilah al-hakimiyyah dimana seoarang muslim harus menerima Syari’at Allah dan tidak boleh tunduk kepada undang-undang buatan manusia. Karena Allah Yang maha bijaksana dan maha mengetahui telah menetapkan hukum syari’ah yang sesuai untuk manusia untuk ditegakkan dan dipatuhi.
c. Tunduk dan Patuh/Taat
الله الذي جعل لكم الأرض قرارا والسماء بناء وصوركم فأحسن صوركم ورزقكم من الطيبات ذلكم الله ربكم فتبارك الله رب العالمين(64) هو الحي لا إله إلا هو فادعوه مخلصين له الدين الحمد لله رب العالمين(65)
“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezeki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam. Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”. (Q.S. Al-Mukmin [40]:64-65)mk.
Kedua ayat tersebut menjelaskan, bahwa Ad-Din hanyalah milik Allah semata yaitu kekuasan mutlak (absolute) untuk menciptakan langit, bumi dan seisinya. Atas kekuasaan-Nya pula Allah mengharuskan manusia untuk tunduk dan mentaati segala perintah-Nya. Dalam ayat lain disebutkan
أفغير دين الله يبغون وله أسلم من في السماوات والأرض طوعا وكرها وإليه يرجعون.
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan”. (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 83)md.
Dalam ayat ini jelas Allah menegaskan, bahwa kekuasaan-Nya bersifat mutlak harus dipatuhi dan ditaati oleh semua seluruh makhluq-Nya, baik sukarela maupun terpaksa. Ayat ini menunjukkan bahwa Ad-Din hanyalah milik Allah semata, diakui atau tidak oleh makhluq Ad-Din berlaku mutlak. Dan dari ayat diatas juga penagkuan bahwa ada din-din lain selai din Allah. Atau ada aturan-aturan lain selain aturan Tuhan semesta Allam.
d. Pertanggung Jawaban
Telah dijelaskan diatas bahwa kata Daana bisa menjadi Dain yang bermakna hutang. Dalam hal ini ia berkaitan erat dengan perwujudan manusia yang merupakan suatu hutang yang perlu dibayar(lihat surah al-Baqarah:245), manusia yang berasal dari ke-tiada-an (Qs: Al-Insan/Ad-Dahl) kemudian dicipta dan dihidupkan lalu diberi berbagai nikmat yang tak terhingga.
Sebagai peminjam manusia sebenarnya tidak memiliki apa-apa, akan tetapi Pemilik sebenarnya adalah Allah S.W.T manusia hanyalah diamanahi untuk dipergunakan dalam ibadah. Oleh kerana tidak memiliki apa-apa, manusia tidak dapat membayar hutangnya maka satu-satunya jalan untuk membalas budi adalah dengan beribadah, dan menjadi hamba Allah yang mana adalah tujuan daripada penciptaan manusia(al-Dhariyat:56) dan selanjutnya hutangpun harus dipertanggungjawabkan
إنما توعدون لصادق(5) وإن الدين لواقع(6)
“Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi”. (Q.S. Adz Dzaariyat [51]: 51-56)mk.
Ayat ini menjelaskan kepada manusia kepada manusia bahwa semua yang dilakukan manusia baik/buruk, salah/benar akan mendapatkan pembalasan.
وما أدراك ما يوم الدين(17) ثم ما أدراك ما يوم الدين(18)يوم لا تملك نفس لنفس شيئا والأمر يومئذ لله(19)
“Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikit pun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah”. (Q.S. Al-Infithar [82]: 17-19)mk.
Makna Ad-Din diatas menginformasikan kapada kita bahwa hari Pembalasan sangatlah adil. Pada hari itu manusia tidak bisa untuk menolong dirinya sendiri, hanya amal masing-masing yang menentukan dirinya, yaitu mendapatkan kebahagiaan disisi Allah atau akan mendapatkan kesengsaraan.
e. Fitrah untuk Menyempurnakan Tatanan Hidup
Pengertian yang lain ialah kecendrungan (inclination). Sudah menjadi fitrah manusia diciptakan mempunyai kecendrungan untuk percaya kepada perkara yang supernatural, percaya adanya Tu[h]an yang mengatur alam semesta dan kuasa ghaib tidak bisa apa yang dicerna oleh indera manusia. Inilah yang dinamakan dienul fitrah
فأقم وجهك للدين حنيفا فطرة الله التي فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله ذلك الدين القيم ولكن أكثر الناس لا يعلمون
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (al-Rum:30)
Islam adalah dien yang sesuai dengan fitrah manusia dan manusia dijadikan oleh Allah sebagai makhluq sosial yang membutuhkan orang lain dalam pemenuhan kebutuhannya. Maka mau tidak mau manusia harus berkerjasama didalam menata kehidupannya
Kata dana juga berubah menjadi Maddana, dari kata ini lahirlah istilah madinah dan madani, maddana yang bermakna membangun dan bermasyarakat, oleh karena itu madinah dan madani hanya boleh digunakan untuk masyarakat yang ber Dien Islam dan bukan sekuler. Dari pengertian ini juga kita lihat bahwa hal ini berkaitan erat dengan konsep khilafah dimana manusia telah diamanahkan oleh Allah sebagai khalifahNya di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan membangun kedamaian dalam bermasyarakat yang sesuai dengan keinginan Allah
وعد الله الذين آمنوا منكم وعملوا الصالحات ليستخلفنهم في الأرض كما استخلف الذين من قبلهم وليمكنن لهم دينهم الذي ارتضى لهم وليبدلنهم من بعد خوفهم أمنا يعبدونني لا يشركون بي شيئا ومن كفر بعد ذلك فأولئك هم الفاسقون
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. (an-Nur:55)
Ma’rifat Usuluddiin
Tugas Mu’min yang utama adalah mengaktualisasikan din yaitu dinul islam ciptaan Allah sebagai fitrahnya manusia, tugas menegakkan Dinul Islam bukan saja tugas para Nabi dan Rosul sebagaimana difahami orang selama ini. Islam adalah fitrahya manusia sejak awal keberadaan manusia, dulu , kini, dan yang akan datang, din itu tidak pernah berubah dan selalu relevan sebagai mana pembahasan diatas Qs Arrum : 30. Artinya manusia harus menjalani hidup diatas garis fitrahya itu agar dirinya maupun ummat manusia secara keseluruhan dapat meningkatkan kwalitas dirinya tahap demi tahap menuju tujuan akhir yaitu sebagai makhluk rahmatan lil alamin. Berbagai aspek peraturan hukum yang ada dalam din itu yang berupa perintah dan larangan bukan untuk membatasi kebebasan manusia, tetapi justru untuk menjaga jangan sampai manusia keluar dan menyimpang dari garis firanhya. Penyimpangan garis fitrahya itu membawa umat manusia menjadi satu model kehidupan fasad fil ard, yaitu kehidupan free figth atau kebebasan berkompetisi, yang berlandaskan hukum rimba. Yang kuat menindas yang lemah Dll (Lihat saja kehidupan sekarang). Pengetahuan tentang dinul Islam yang ilmiyah disebut ma’rifat usuluddin yakni pemahaman tentang dasar-dasar din. Agar lebih mudah dalam memahaminya Allah menyederhanakan dalam bentuk amsal atau contoh konkrit :
Qs: 14 / 24-26 Apakah kalian tidak memperhatikan bagai mana Allah mencontohkan Kalimat Toyyibah seperti sebuah Pohon yang baik,pohon yang baik itu adalah pohon yang akarnya kokoh, batangnya menjulang kelangit dan menghasilkan buah pada setiap musim buah, dengan seizin Rob-Nya, demikian Allah membuat perumpamaan untuk manusia dan dengan perumpamaan itu mereka akan selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk yaitu pohon yang akarnya mencuat keatas tanah, sehingga ia tidak dapat berdiri tegak sedikitpun.
Dimaksud dengan kalimat toyyibah adalah satu system peribadatan atau system pengabdian kepada Allah, dan system itu adalah Addinul Islam, din yang di ibaratkan pohon mempunyai 3 Unsur dasar yaitu:
1. Aqidah berfungsi sebagai akar Atau iman / Hukum. Rububiyah
Kata Aqidah berasal dari kata Aqoda yang berarti buhul / ikatan atau simpul, dari kata ini istilah Aqdun yang berarti satu keyakinan yang bulat yang telah menjadi idiologi. Kedudukan Aqidah dalam Addinul Islam bagaikan akar sebuah pohon, akar yang baik adalah akar yang menghujam kedalam bumi, betapapun kuatnya angin menghempas batang pohon tetap berdiri diatas pangkalnya begitu pun sebaliknya pohon yang buruk akarnya mencuat ke permukaan tidak ada anginpun pohon itu akan roboh. Keyakinan atau keimanan seseorang terhadap kebenaran tentang din islam sebagai satu-satunya yang diridhoi Allah.
2. Ibadah yang berfungsi sebagai akar & Ranting / Pengamalan / Kekuasaan / Mulkiyah.
Pengertian ibadah menurut rumusan din sangat berbeda tentang pengertian menurut agama, sebagai mana batang dari sebuah pohon tidak dapat dipisahkan dari akar, demikian halnya ibadah tidak dapat dipisahkan dari Aqidah, bila akarnya akar duren maka batangnya adalah harus batang duren tidak bisa tidak, demikian pula seperti manusia yang diamsalkan sebuah pohon bila aqidahya aqidah islam maka pengamalanya / ibadanya harus islam. Jika seseorang menyatakan aqidahnya islam berarti orang itu harus memenangkan islam, jika ibadahya bukan untuk memenangkan islam, mana ada akar duren berbatang kelapa artinya jika seseorang mengaku berdin Islam tetapi pengamalanya bukan untuk memenangkan islam berarti orang itu pohon duren palsu.
3. Muamalah yang berpungsi sebagai Buah / hasil dari akar dan batang. / rakyah / Uluhiyah
Muamalah adalah hasil dari aqidah dan ibadah, makin kokoh sebuah akar maka makin tinggi dan subur batang dan rantingnya, dan itu adalah jaminan akan berbuah sebuah pohon pada setiap musimnya, sebuah pohon tidak akan berdiri tegak bahkan tidak dapat hidup tanpa tanah atau areal tanam, areal tanam akan menjadi sarana wajib manakala sudah membicarakan dimana tanaman itu akan ditanam.
SETIAP "DIN" MENGHENDAKI KEKUASAAN Jika masalah ini telah anda fahami benar-benar, maka fikiran anda dengan sendirinya akan sampai kepada kesimpulan yang pasti dan tidak boleh diperselisihkan, bahwa din apa pun juga yang ada, ia tentu menghendaki kekuasaan. Apakah itu din rakyat atau din raja-raja, atau din kaum komunis, atau din Tu[h]an, atau apapun juga yang lainnya. Bagaimanapun, setiap din memerlukan pemerintahan sendiri untuk menegakkan dirinya. Suatu din tanpa pemerintahan adalah separti rancangan sebuah bangunan yang ada dalam otak anda, tetapi bangunannya sendiri tidak ada di atas bumi. Apa gunanya sebuah bangunan yang ada dalam otak anda tetapi anda hidup dalam sebuah bangunan yang lain yang benar-benar telah didirikan? Anda masuk melalui pintunya dan keluar melalui pintunya pula. Anda berada di bawah atapnya dan dikelilingi oleh dinding-dindingnya. Anda harus mengatur tempat tinggal anda menurut binaannya. Jadi apa artinya, anda hidup dalam sebuah bangunan dengan rancangan tertentu, tetapi dalam fikiran anda kita hidup didalam sebuah rancangan lain yang berbeda modelnya? Tepat sesuai dengan contoh ini, maka tidak ada artinya semata-mata mempercayai dan meyakini bahwa sesuatu din adalah benar, sementara dalam hidup kita menurut sebuah din yang lain.. Yang boleh disebut din yang sebenarnya, hanyalah yang setelah tegak di muka bumi, yang hukum-hukumnya dan peraturan-peraturannya diikuti dalam penyelenggaraan masalah-masalah kehidupan. Karena itu setiap din, sesuai dengan sifatnya yang asli, menuntut pemerintahan sendiri, dan suatu din hanyalah dimaksudkan untuk tujuan semata-mata agar hanya dialah saja yang menjadi objek peng'ibadatan, penghambaan penganut-penganutnya, dan syari'ahnya sajalah yang diberlakukan.
BEBERAPA CONTOH"DIN"
DIN DEMOKRASI Rakyat suatu negeri - adalah pemegang kedaulatan yang tartinggi di negara tersebut; bahwa mereka harus diperintah dengan syari'ah yang mereka buat sendiri, dan seluruh penduduk negeri itu harus menyatakan tunduk, patuh dan menghamba kepada penguasa demokratis mereka sendiri. Dan mereka meyakini bahwa suara rakyat adalah suara Tu[h]an.
"DIN" KERAJAAN Ambillah contoh din kerajaan. Tujuan dari mengapa din ini mengangkat seorang raja adalah sebagai pemegang pemerintahan yang tartinggi di negrinya, agar hanya raja itu sendiri yang dipatuhi dan hanya syari'ahnya sajalah yang dilaksanakan. Apabila hal itu tidak dilakukan, maka percumalah mengakui raja itu sebagai raja dan menerimanya sebagai penguasa tartinggi. Apabila din selain kerajaan yang ditegakkan atau diberlakukan.
"DIN" INGGRIS Jangan kita lihat jauh-jauh. Lihatlah din Inggris yang sekarang merupakan din tanah Hindustan / india, Din ini berkuasa karena KUHP India dan Kitab Prosedur Pengadilan Perdata dan Pidana India diwajibkan oleh penguasa Inggris. Seluruh masalah kehidupan diatur dan dilaksanakan menurut garis-garis yang telah ditetapkan oleh penguasa Inggris dalam batas-batas yang telah mereka tetapkan, dan anda semua patuh pada perintah-perintah mereka. Selama din ini berkuasa dengan dukungan kekuatan mereka, walaupun anda beriman pada din lain, namun din anda itu tidak mempunyai tempat untuk ditegakkan. Tetapi KUHP India dan Kitab Prosedur Pengadilan Perdata dan Pidana India yang ada sekarang tidak lagi berlaku, maka apa artinya kata-kata din Inggris itu. Begitu juga tentang din yang ada di Indonesia yaitu produk hukum yang dibuat oleh Belanda baik Pidana maupun perdata (Burgerlijk white boek –Perdata dan Wet boek van strafrecht- Pidana)
"DIN" ISLAM Inilah tepatnya kedudukan din Islam. Dasar dari din ini adalah bahwa hanya Allahlah Pemilik negeri dan Yang Berdaulat atas seluruh ummat manusia. Jadi, hanya Dia sajalah yang harus dipatuhi dan diabdi, dan seluruh masalah hidup manusia haruslah dilaksanakan menurut syari'ahNya. Prinsip, bahwa Allahlah yang memegang pemerintahan tertinggi,yang didelegasikan kepada Rosul sebagai kholifahfil ard yang dinyatakan Islam bertujuan semata-mata agar hanya kehendak Allah sajalah yang berlaku di dunia ini.Pengadilan haruslah dilaksanakan menurut syari'ahNya, dan kehakiman serta penguatkuasaan mestilah mengeluarkan perintah dan keputusan sesuai dengan perintahNya. Transaksi-transaksi ekonomi mesti dilaksanakan sesuai dengan hukum-hukum dan syari'ahNya. Pajak mesti dipungut menurut pengarahanNya dan dipergunakan untuk hal-hal yang telah ditetapkanNya. Para masul / pengurus dan Angkatan Bersenjata mesti bekerja sesuai dengan perintah-perintahNya, sementara seluruh kuasa, tenaga kerja dan usaha-usaha rakyat harus dipergunakan pada jalanNya. Dengan kata lain, hanya Allah saja yang harus ditakuti, kehidupan sehari-hari dan kebijakan mestilah dilaksanakan sebagaimana telah diajarkan olehNya. Seluruh warga negara harus patuh kepadaNya. Dan semua orang harus setia kepadaNya saja. Jelas bahwa tujuan ini tidak akan dapat dipenuhi kecuali apabila kerajaan Allah didirikan. Bagaimana boleh kah din ini menerima persekutuan dengan din lainnya? Sebagaimana halnya dengan din-din lainnya, din Allah ini juga menuntut bahwa seluruh kekuasaan mesti dibawah kekuasaanya., dan semua din yang berlawanan dengannya mesti ditundukkan, kalau tidak ia tidak akan dapat menuntut kepatuhan rakyat, karena kalau din ini telah berlaku, maka tidak akan ada lagi din kerakyatan, kerajaan atau din kaum komunis. Pendeknya, tidak boleh ada din-din selain din Allah. Kalau din lainnya ada, din Islam tidak akan ada, dan dalam keadaan demikian akan mudahlah untuk mengakui bahwa din yang benar hanyalah din Islam. Inilah pokok masalah yang berulang kali ditekankan oleh al-Qur'an:"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya mengabdi kepada Allah dengan memurnikan keta'atan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus....." (Al-Qur'an, al-Bayyi-nah, 98: 5) "Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur'an) dan din yang benar untuk dimenangkanNya atas segala din, walaupun orang-orang yang musyrik tidak menyukainya. (Al-Qur'an, at-Taubah, :33)"Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah, dan supaya din itu semata-mata bagi Allah.... “ (Al-Qur'an, al-Anfal, 8:39)"...Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah, Dia telah rnemerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia...." (Al-Qur'an, Yusuf, 12:40) ..Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh, dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepadaTuhannya." (Al-Qur'an, al-Kahfi, 18:110) "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut. itu. Dan kami tidak mengutus seorang rasul, melainkan untk dita'ati dengan seizinAllah..." (Al-Qur'an, an-Nisa', 4:60,64) Dengan mengingati penjelasan yang telah saya berikan tentang 'ibadat, din dan syari'ah, tidaklah akan susah bagi anda semua untuk memahami apa yang dimaksud oleh al-Qur'an dalam ayat-ayat tersebut di atas.
Dan masih banyak din-din lain yang tidak dibahas dalam tulisan ini.
Kesimpulan
Dari kajian diatas agama menurut Islam seperti yang telah diterangkan diatas, maka jelaslah agama menurut sudut pandangan Islam sangat berbeda dengan persepsi manusia hari ini,(Dunia Barat dan dunia Timur) agama dalam Islam adalah cara hidup, cara berfikir, berideologi, dan bertindak (Sistem hidup kehidupan). Ad-Dien meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial, undang-undang dan ketata-negaraan Dll. Dengan kata lain dien yaitu sebuah system hidup dan kehidupan.
Ad-Dien berperan dalam membentuk pribadi insan kamil disamping juga membentuk masyarakat yang ideal, Ad-Dien menitik beratkan pembentukan moral dan spiritual sebuah masyarakat tetapi tidak lupa juga membangun masyarakat dan membina pemerintahan yang kukuh dan berwibawa dimata dunia karena orientasi daripada Din adalah maslah Hukum, Kekuasaan, Rakyat dan territorial.. Inilah yang dinamakan Ad-dien menurut Islam, jadi apa yang dianggap agama oleh manusia adalah bukan agama (tidak lengkap) menurut Islam, ataupun Islam bukan hanya sekadar agama dalam pengertian yang sempit. Tetapi Islam adalah Ad-din.
makna Ad-Din bila dirangkai dalam suatu kalimat akan berbunyi sebagai berikut :
Ad-Din adalah undang-undang atau peraturan penguasa alam semesta untuk digunakan sebagai pedoman hidup yang ditaati, dipatuhi, dan dimintai pertanggung jawaban; kebaikan dibalas baik, keburukan dibalas buruk pula. Dengan definisi ini Ad-Din mencakup segala aspek hidup dan kehidupan.
Para ulama mendefinisikan Ad-Din sebagai sesuatu yang mampu mengatur segala kehidupan di dunia dan akhirat secara lengkap dan menyeluruh.
Sedang Agama hanya membuat manusia terkotak-kota karena dinding keyakinan yang mereka yakini bahwa agamanya saja yang paling benar. ( lihat manusia-manusia yang mengaku beragama, mereka dituntun oleh rasa egosentrisnya bahwa agama mereka yang paling benar sehingga menimbulkan komplik antar ummat beragama kerena klaim kebenaran yang mereka yakini).
Islam Bukan agama tetapi Islam adalah Addien yaitu suatu system hidup dan kehidupan yang berserah diri, tunduk patuh dan taat terhadap undang-undang yang Maha Kuasa dan selaras dengan kehidupan Alam semesta, karena alam pada dasarnya sudah Islam.
SALAM DAMAI SEJAHTERA………..

"Think" Like God

Tuhan itu adil. Sangat-sangat adil. Sebelum -menvonis- manusia berada pada sistem hidup dan berkehidupan yang benar atau salah. Ia menunjukkan terlebih dahulu ada di posisi sistem yang mana manusia tersebut berada. Jika kehidupan manusia sedunia sudah dalam kondisi Damai dan Sejahtera maka bisa dipastikan manusia sudah berada pada sistem hidup dan berkehidupan yang -benar- yang berdasarkan pada ‘maunya Tuhan’. Tetapi sebaliknya, Jika kondisi kedamaian hampir tidak ada di bagian belahan bumi manapun, baik di negara-negara maju, negera-negara berkembangan, apalagi di negera-negara yang dikategorikan ‘miskin’, tentu saja kata ‘damai’ adalah suatu hal yang sangat sulit diwujudkan. Lebih dari puluhan juta manusia yang hidup dihantui rasa takut, keresahan, ketidaknyaman, kekurangan, keterpurukan, dan keputusasaan dalam menghadapi hari esok, oleh karena terbelenggu sistem yang tidak membawa kedamaian. Yaitu sebuah sistem yang dibuat oleh sekelompok manusia, untuk mengatur jutaan manusia lainnya, bahkan hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di dalam bumi Tuhan. Dan ironisnya sistem tersebut dijadikan ‘alat’ untuk memenuhi keinginan dan kepentingan pribadi atau sekelompok manusia tertentu, bukan untuk mewujudkan ‘keinginan dan kepentingan’ Tuhan.

Dalam hal ini ‘keinginan dan kepentingan’ Tuhan saya kemas dalam bahasa yang lebih ringan dan sederhana yaitu ‘Mau-Nya Tuan’. Sementara kata -Tuan- saya gunakan agar kita tidak terperangkap dengan dogma apapun, kita bisa lepas dari dogma apapun, dogma yang membuat Tuhan menjadi terpisah-pisah, dogma yang mebuat Tuhan yang tadinya satu menjadi banyak, dogma yang mempatenkan dan mengkotak-kotakan nama Tuhan. Dogma yang menjadikan nama Tuhan hanya menjadi sebagai sebuah symbol keagamaan, bukan esensi dari yang sebenarnya. Terlebih lagi kata –tuan- saya kutip agar kita bisa lebih akrab dengan esensi pengabdian. Karena esensi hidup adalah untuk mengabdi. Jika Tuhan adalah tuan, maka manusia adalah budak. Seorang budak harus mengikuti kemauan tuannya. Karena sesuatu yang mustahil seorang tuan mengikuti kemauan budak. Jika ada tuan yang mengikuti kemauan budaknya berarti tuan itu adalah tuan yang bodoh. Bodoh karena mau diperbudak oleh budaknya sendiri. Berapa banyak tuan yang bodoh saat ini? anda bisa menghitungnya sendiri.

Tuhan dalam bahasa Ibrani disebut “YHVH” (dibaca : Yahweh), dalam bahasa arab disebut “ 4JJ I“ (dibaca : Auwloh), dalam bahasa inggris God, atau Lord, dan dalam bahasa Indonesia disebut “Allah”. Kita jangan terjebak dengan istilah-istilah tersebut yang nantinya akan menjadikan dinding pengahalang bagi kita mengenal lebih dekat dengan Tuhan.

Jika ingin disebut sebagai manusia, mahluk yang paling sempurna bentuk fisik dan ruhnya dari mahluk lain. Tentunya kita harus berpikir, berpikir dalam arti ‘melihat, membaca dan mencerna’ kondisi kehidupan saat ini, apakah kondisi hidup dan berkehidupan manusia saat ini sudah berdasar pada ‘maunya Tuan’?

Sekali berkedip saja, otak kita sudah berteriak dan menjawab “belum”. Belum karena kita masih sering melihat perang. Kita masih melihat kerusuhan, chaos, kekerasan, keserakahan, perampasan hak, kesewenang-wenangan, kengerian, kejahatan, kehidupan saling makan-memakan, kehidupan yang antagonistis dari kehiduan yang berdasarkan ‘mauNya Tuan’.

Tuan berhak geram, marah, murka, dan sombong kepada manusia karena -tingkah laku- manusia. Tuan berhak geram; berkali-kali Ia tegur, berkali-kali manusia lupa, ingat sesaat, lupa bertahun-tahun. Tuan berhak marah; ketika diturunkan bencana melalui bencana alam dan bencana kemanusiaan kepada manusia karena perbuatan fasik dan tamak manusia itu sendiri, ada beberapa manusia memaki, mendengki bahkan menghujat Nya. Tuan berhak murka ketika diturunkan berkali-kali bencana-bencana yang lebih besar lagi, tetapi sedikit sekali manusia yang mengambilnya sebagai pelajaran. Akhirnya Tuan berhak sombong kemudian berpaling dari manusia, tidak memberikan pencerahan lagi kepada manusia, ‘ilmu Allah’ sesuatu yang ‘menghidupi’ manusia dicabutnya, sehingga manusia hidup dalam keadaan ‘gelap’ seperti didalam kubur, dan manusia hidup seperti ‘orang mati’.

Kata gelap tersebut rasanya sudah bisa mewakili semuanya. Gelap berarti tanpa cahaya, tanpa penerangan, dan tidak dapat petunjuk dari sang pemberi petunjuk. Gelap berarti hidup dalam lingkaran sistem yang bobrok, lingkaran setan, lingkaran kesesatan, lingkaran sistem yang membelenggu pola pikir dan fitrah manusia, sistem yang memperbudak dan men-Tuhankan keinginan pribadi dan golongan tertentu. Gelap berarti manusia terpuruk oleh kebodohannya sendiri, keangkuhannya, keegoisentrisannya, sehingga bisa saja disebut manusia kembali pada masa Jahiliyah, zaman kebodohan. Pintar dalam merancang sebuah sistem, bodoh dalam menerapkan sistem tersebut. Itulah yang lebih tepat. Dan dapat dipastikan saat ini manusia berada pada posisi sistem yang salah dari sistem yang benar yang berdasar pada ‘mauNya Tuan’.

Ya. Semua itu terjadi karena manusia belum mengenal Tuhan sebagai ‘Tuan’. Tuan yang konsisten dengan hukumnya. Tuan yang punya tradisi dan tidak pernah berubah, Tuan yang menciptakan kesempurnaan dengan tahapan-tahapan proses penciptaan, Tuan yang tegas, Tuan yang pengampun, Tuan yang sensitif dan pencemburu, Tuan selalu menempati janji, Tuan yang Agung, Tuan yang satu, Tuan yang dikenal oleh Adam, Nuh (Noah), Ibrahim (Abraham), Musa (Moses), Daud (King David), Sulaiman (Salomon), Isa (Yesus) dan Muhammad SAW. Mereka adalah orang-orang yang mengenal Tuhan seperti mereka mengenal ‘Tuannya’-, ‘kemaun Tuan’ adalah pekerjaan mereka, dan pekerjaan mereka adalah mewujudkan ‘kemauan Tuan’. Maka mereka disebut dengan anak-anak Tuhan jika Tuhan adalah Bapaknya. Mereka disebut ‘budak-budak’ jika Tuhan adalah ‘Tuannya’. Mereka disebut ‘Istri-istri yang setia’ jika Tuhan adalah ‘suaminya’. Mereka disebut ‘kekasih’ jika Tuhan adalah ‘cinta sejatinya’. Mereka disebut ‘tanaman-tanaman Tuhan’ jika Tuhan adalah Petaninya. Dan mereka disebut ‘Kebun, ladang, jannah’ jika Tuan adalah ‘Penggarapnya’.

Maka muncullah pertanyaan penting didalam otak kita yang didalamnya terdapat akal, yaitu; ‘Apakah kita sudah mengenal Tuhan seperti mereka mengenal Tuannya?’

Sekali lagi, belum sempat mata kita berkedip, akal kita sudah berteriak ”belum”

Lalu bagaimana cara kita mengenal Tuhan seperti mereka mengenal Tuannya?, satu-satunya cara kita mengenal Tuhan adalah melalui sejarah. Mengenal Tuhan harus melalui sejarah, bukan melalui agama dan Dogma. Tuhan terlalu besar, dan agama terlalu sempit, Tuhan terlalu besar untuk dimasukkan kedalam salah satu dari tujuh agama atau kepercayaan besar didunia. Tuhan tidak pilih kasih, Dia tidak pernah memberi hak veto kepada salah satu agama besar tersebut sebagai agama yang paling benar. Agama-agama lahir dari penyelewengan peradaban Tuhan, yang juga memang telah rancang oleh Tuhan sendiri akibat manusia sudah meninggalkan Tuhan, tetapi peradaban Tuhan tidak pernah lahir dari sebuah agama, peradaban Tuhan ada karena Tuhan ada. Tuhan yang merancang peradaban, dan Tuhan juga yang menghancurkan peradaban, dikarenakan manusia lupa pada perjanjian dengan-Nya. Sekali lagi manusia meninggalkan Tuhan. Ada peradaban berarti ada sejarah. Maka dari sejarah-lah kita bisa mengenal Tuhan. Dan sejarah yang -paling murni- adalah sejarah yang terdapat pada kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Tuhan.

Tapi sayang seribu sekali sayang kitab-kitab suci Tuhan pada kenyataan kebanyakan manusia saat ini adalah –pajangan dan aksesoris-, bentuk fisiknya lebih dianggap sakral dari pada isi kandungan (ruh) didalamnya, cara membaca lebih dianggap bermanfat daripada memahami esensi (nilai) yang dibacanya, dengan lantunan yang dianggap indah oleh kebanyakan manusia, bahkan diperlombakan ditingkat nasional atau bahkan internasional, ritualitas menghafalnya dijadikan senjata untuk memenuhi kepentingan pribadinya, kebutuhan perut, atas perut dan bawah perutnya. Sudah menjadi rahasia umum, dan mungkin bisa saya katakan sebagai fakta umum bahwa kitab-kitab suci pada saat ini hanya menjadi simbol agama, aksesoris dalam upacara keagaman, pelengkapan ritualitas, alat perjanjian palsu, jimat, dan jampe-jampe manusia pintar tetapi bodoh. Pintar karena memiliki akal, bodoh karena akalnya tidak dapat menjangkau dan menangkap frekuensi ilmu Tuhannya melalui sejarah yang diceritakan di dalam kitab-kitab suci.

Harusnya dari sejarahlah kita bisa mengenal ‘sifat dan karakter Tuhan’, dari sejarahlah kita bisa mengenal ‘kebiasan Tuhan’, dari sejarahlah akhirnya kita bisa mengenal ‘Tradisi Tuhan’. Ini adalah esensi yang ‘mahal’ jika kita bisa mengenal ‘Maunya Tuan’ dari pada kitab-kitab suci yang diturunkanNya.

Berbicara kitab-kitab suci tentu banyak sekali, tetapi sudah terangkum pada 3 kitab besar, yaitu Taurat , Injil dan Al-quran, disini saya lebih suka menyebutnya sebagai -Kitab-kitab suci-. Hal tersebut dikarenan untuk mempelajarinya kita harus suci dan murni. Suci karena harus melepas doktrin agama apapun, murni karena membawa nilai-nilai kehidupan yang ‘mengatasnamakan Tuhan’. Serta bisa dipastikan di dalam kitab-kitab suci tersebut menggambarkan karakter, kebiasaan dan Tradisi Tuhan.

Tuhan punya tradisi, yang namanya tradisi selalu berulang, akan tetapi tradisi Tuhan tidak berulang setiap tahun seperti tradisi manusia, Tradisi tuhan berulang setiap 7 abad sekali. Dimana terjadi perrgantian antara sistem yang benar (Sistem Rancangan Tuhan) dan sistem yang salah (Sistem Tandingan Tuhan). Tradisi Tuhan sudah berjalan dari mulai zaman Adam, Nuh (Noah), Ibrahim (Abraham), Musa (Moses), Daud (King David), Sulaiman (Salomon), Isa (Yesus), Muhammad SAW dan masih berjalan sampai sekarang. Tuhan menganalogi tradisi selalu berulang dalam kitab suci seperti ‘siang dan malam’.

Sekrang pertanyaannya adalah, ada diposisi yang mana kehidupan kita pada saat ini, Siang atau Malam? silahkan anda menyimpulkan sendiri.

Segala Puji Bagi Allah - Tuhan Semesta Alam

Puji Allah
Akhir Nya Saya Mendapat Kan Sebuah Gambar Dari Penjelasan Saya Yang Tadi. Ini Secara Analogis Nya.
Damai Sejahtera
Puji Allah <Tuan Semesta Alam>

MANUSIA SEMPURNA

Dalam perjalanan kepribadian manusia, dia mengalami tingkatan-tingkatan yang berbeda-beda dari sifat atau karakter, perkataan, serta perbuatannya. Keberadaan manusia di bumi tidak diciptakan begitu saja oleh Sang Pencipta, Dia menciptakan manusia dengan satu tujuan tertentu, tanpa diberi tahu kemana arah dan tujuan hidup ini manusia akan binasa. Dia menunjukan kepada manusia jalan hidup yang harus dilaluinya. ia (manusia) bebas memilihnya, apa akan mensyukuri atau mengingkari. Tidak ada paksaan di dalam memilih jalan hidup itu, yang berarti Sang Pencipta -netral-.

Tujuan dari petunjuk itu adalah demi kepentingan dirinya sendiri dalam mencapai tujuan akhir periode penciptaan alam dunia, yaitu alam akhirat. Bagi yang memfungsikan petunjuk itu sebagai Nur atau Ilmu, manusia akan dapat melihat jalan keselamatan, dan bagi yang menyia-yiakan dia akan tersesat ke arah kebinasaan. Bila manusia menyia-yiakan petunjuk Sang Pencipta yang berfungsi menuntun perkembangan mental spiritualnya ke arah kesempurnaan, arah perkembangan itu akan membelok ke arah negative, menjadi makhluk perusak.

Kesempurnaan manusia bukan berada pada kemampuannya berfikir sebagaimana yang didefinisikan oleh orang-orang Jahiliyah (kaum materialis), yang menganggap kesempurnaan manusia karena dia mempunyai akal fikiran. Menurut Sang Pencipta kesempurnaan manusia sebagai ciptaan-Nya, tatkala manusia itu memahami dan meyakini kebenaran firman-firman-Nya, kemudian firman Tuhan itu menjadi tenaga penggerak bagi fikiran, perkataan, dan perbuatan.

Dengan demikian mengertilah kita bahwa manusia yang sempurna adalah manusia yang telah menjadikan firman Tuhan sebagai Ruh dalam dirinya. Sebaliknya manusia yang tidak faham dan tidak meyakini firman Tuhan, dia bukanlah manusia sempurna bahkan di mata Tuhan dipandang sebagai -manusia yang berada didunia orang mati-. Walaupun pada dasarnya tubuh manusia secara fisik atau biologis dirancang dengan sangat sempurna oleh Tuhan, sesuai dengan fitrahnya. Bahkan organ-organ tubuh itu sangat istimewa dan sangat rumit hingga mengungguli peralatan tercanggih di dunia ini.

Ada tertulis didalam kitab Tuhan : “ Maka tatkala Aku akan menyempurnakan ciptaan-Ku, yaitu manusia. Aku tiupkan kedalam dirinya Ruh-Ku”. Kata ditiupkan adalah istilah wahyu, karena ruh adalah firman Tuhan maka ditiupkan ruh artinya diajarkan firman Tuhan atau ilmu Tuhan yang akan menghidupkan umat manusia.

Apabila manusia menolak firman Tuhan dalam dirinya, maka dia berada di dalam dunia orang mati. Dia akan binasa dan tidak akan mencapai kehidupan yang kekal, karena dirinya hanya terdiri dari darah dan daging. Didalam kitab suci dikatakan : “tidaklah sama orang yang hidup dengan orang yang mati”, tentu saja yang dimaksud adalah bukan persamaan antara mayat dengan orang yang hidup, tetapi antara orang yang meyakini firman Tuhan dan orang yang menolak firman Tuhan didalam dirinya.

Di dalam Kitab suci juga di katakan “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Tuhan (Mat 4:4). “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya. Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya”. (Yak 1:22-26)

Apabila manusia hidup tanpa Firman Tuhan maka dia akan cenderung kepada tarikan kebinatangannya, bahkan lebih buruk dari binatang. Karena dirinya, otaknya, keinginan-keinginanya telah dikuasai oleh nafs nya (nafsu keduniaan, nafsu material), sedangkan nafs itu selalu cenderung kepada keburukan. Karena nafs itu berkuasa bagai raja didalam dirinya dan raja itu selalu memerintahkan fikiran manusia ke jalan yang buruk.”Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang”. (Yusuf : 53)

Ada tertulis didalam Kitab suci : “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah Telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Al Jatsiyah : 23).
“Tahukah kamu tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?,
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. (Al Furqaan : 43-44)

Karena dirinya telah berilah kepada hawa nafs -aku- menjadi ukuran kebenaran, sehingga tindakan-tindakan apapun yang memuaskan -aku- adalah kebenaran. Maka ukuran kebenaran adalah pragmatis, apa yang menurut dan menguntungkan -aku- itu adalah kebenaran. walaupun itu perbuatan jahat, tetapi tatkala memuaskan hawa nafsunya, maka hal itu dilihatnya sebagai perbuatan yang baik. Nafs atau -daya sadar diri- yang ada di dalam qolbu itu sifatnya sangat tergantung pada syahwat, yaitu kecenderungan pada daya hidup biologis yang bekerja dalam jasad manusia. Sehingga menjadi MANUSIA ROBOT yang tidak memiliki rasa (Emotional Quotient), manusia robot yang hanya melihat sesuatu berdasarkan angka-angka keuntungan materi.

Tercabutnya daya qolbu atau kemampuan qolbu untuk memahami kebenaran firman Tuhan (Spiritual Quotient) menyebabkan orang menjadi materialistic dan tamak akan harta. Dengan demikian eksistensinya sangat ditentukan oleh kepuasan syahwat. Jika seseorang memiliki sarana syahwat yang cukup dia akan mempertahankannya untuk jangka panjang ke depan, sehingga langkah penghematan dan deposito akan dia lakukan. Tetapi jika sarana syahwat tidak terpenuhi yang terjadi adalah kesusahan dan kegelisahan yang membuat hidupnya sangat menderita, oleh sebab itu manusia yang paling menderita adalah manusia materialis. Apabila dirinya kaya, dia akan menjadi kikir walaupun kepada dirinya sendiri (efficiency), dan jika terjadi resesi, dunia seperti akan kiamat.

Anggapan orang-orang atau kaum materialis yang beranggapan, tidak ada manusia yang sempurna didunia ini adalah SALAH!!. Kesempurnaan manusia bukan karena tubuhnya yang indah, bersih, seksi, atau menarik lawan jenisnya. Bukan juga karena memiliki harta yang melimpah, status social,jabatan yang tinggi, serta memiliki segalanya. Menurut Tuhan MANUSIA SEMPURNA adalah manusia yang terbebas dari jajahan hawa nafsunya dan mampu mendayagunakan ketiga sarana yang Tuhan berikan kepadanya, yaitu pendengaran, pengelihatan, dan akal fikiran untuk mempelajari firman-firman Tuhan. Memahami dan meyakini agar dia memiliki Ruh Sang Pencipta, Pengatur Semesta Alam

HAKIKAT PENCIPTAAN MANUSIA

Bila kita melihat kehidupan manusia hari ini, banyak sekali manusia-manusia meninggalkan fungsi dirinya diciptakan. Status sosial, jabatan, istri yang cantik merupakan tujuan dalam hidup, pemuda-pemudi lebih gemar kehidupan glamour dibandingkan pencarian jati diri mengenal Tu[h]an, didaerah konflik lebih senang melihat darah dibandingkan melihat sesama saling beramah tamah. Yang kaya semakin menampakkan keberingasan dan kebuasan karena merasa ia yang berkuasa, si miskin hanya bisa meratap dan mengelus dada menerima keadaan yang ada, fornografi adalah dalil dari lambing seni, pembunuhan, perzinahan, korupsi merupakan makan sehari-hari dimedia televisi, fanatisme agama dan golongan merupakan dasar acuan yang tak terbantahkan.
Pernakah kita menyadari kenapa hari ini kita bisa tampil seperti ini?? Dengan wajah yang tampan, fisik yang gagah, serta harta yang berlimpah. Ataupun sebaliknya, dengan wajah pas-pasan tubuh cacat, terlahir miskin, lalu kita sombong dan angkuh, serta hidup semaunya saja.
Ada beberapa hakikat penciptaan yang melemahkan ke-EGO-an, sehingga kita merasa lemah, merasa kecil dihadapan-Nya dan membuang jauh rasa sombong yang menghinggapi kita. Salah satunya adalah penciptaan diri kita sendiri.
Dalam Quran surat Al-Insan Allah menjelaskan dengan sangat indah sekali tentang proses kejadian manusia, bahwa inilah pelajaran agar kita dapat memanfaatkan sisa-sisa hidup ini.

1. Bukankah Telah datang atas manusia satu waktu ketika ia belum dapat disebut apa-apa?
Dari firman Allah diatas sangat nampak sekali bahwa manusia itu adalah makhluk yang baru yang sebelum terlahir dahulunya ia adalah bukan sesuatu yang dapat disebut, atau bisa dikatakan dari sesuatu yang tidak ada harganya. Kejadian manusia dari Adam yang merupakan orang bilang adalah manusia pertama hingga Yesus (Isa) yang banyak diyakini terlahir tanpak bapak sebenarnya tercipta dari unsur-unsur Organik (Mineral) dan unsur anorganik (Kromosom) yang terkemudian berproses menjadi nufah (sperma), yang tersimpan dalam dinding yang kokoh.
Kejadian manusia adalah pelajaran.
Proses kejadian manusia menurut Quran terurai dalam Surat Almu’minun (23) ayat 12-14, Sebagai berikut :

12. Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah (Keterikatan/Ketegantungan/Kecendrungan), lalu Alaqoh itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Segala sesuatu yang dimakan oleh manusia hakikatnya adalah dari tanah, baik sayur-mayur (nabati) ataupun segala macam daging (Hewani). Dalam ilmu kontemprer biologi unsure tanah yang terdiri dari 103 unsur yang kemudian terserap dan dimakan oleh hewan atau tumbuhan, lalu hewan dan tumbuhan tersebut dimakan oleh manusia, kemudian diproses dan dicerna dalam tubuh, tersisa dari proses tersebut menjadi 13 unsur, (dalam hal ini disebut SULALA) Kata “sulala”, dalam bahasa Arab yang diterjemahkan sebagai “SARI”, berarti bagian yang mendasar atau terbaik dari sesuatu, hasil dari sari pati tanah itulah yang terkemudian menjadi Sperma (NUTFAH) (1).

Sebelum proses fertilisasi (baca : pembuahan) terjadi, 40-150 juta sperma terpancar dari si laki-laki, kemudian sperma itu berenang menuju sel telur yang jumlahnya hanya satu setiap siklusnya. Sperma-sperma melakukan perjalanan yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel telur, karena saluran reproduksi wanita yang berbelok belok, dan tingkat kadar keasaman yang tidak sesuai dengan sperma, serta gerakan ‘menyapu’ dari dalam saluran reproduksi ,dan juga gaya gravitasi yang berlawanan menyebabkan banya k sel sperma yang gugur.

Dari 40-150 juta sperma yang berhasil mencapai sel telur. Sel telur, hanya akan memperbolehkan masuk SATU sperma saja (disinilah terjadi persaingan yang ketat). Setelah masuk dan terjadi fertilisasi belum tentu si zygot ini (bahasa biologinya : konseptus) menempel di tempat yang tepat di rahim.
Ketika sperma dari laki-laki bergabung dengan sel telur wanita, dan berada dalam uterus, sel telur yang telah mengalami fertilisasi menempel pada ‘endometrium proses tersebut dinamakan IMPLANTASI dan sel-sel tersebut terus berkembang biak dengan membelah diri dalam hal ini disebut ALQOH (2) atau Ketegantungan , Arti kata “‘alaq” dalam bahasa Arab adalah “sesuatu yang menempel pada suatu tempat”. Setelah proses implantasi, sejumlah sel berkembang menjadi plasenta dan sel lainnya menjadi MUDHGHOH (3).

Mudgoh adalah sebuah organ yang lunak, Mudghoh juga digambarkan sebagai lintah yang menempel pada tubuh untuk menghisap darah. Dimana tempat mulut hisapanya itu adalah cikal bakal tali pusar (Plasenta). Sekitar 3 minggu pasca ovulasi, mulailah terjadi pembentukan otak, sumsum tulang belakang, dan jantung proses selanjutnya dalam rahim ibu adalah terbentuk tulang belulang, (IZOMAN)(4) yang kemudian terbentuklah otot yang membungkus tulang-tulang itu (LAHMAN)(5).
Prosesnya pembentukan bayi melalui tiga (3) tahapan dimana di dalam Al-quran Surat 39 ayat 6 mengatakan :
6. Dia menciptakan kamu dari seorang diri Kemudian dia jadikan daripadanya isterinya dan dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam TIGA KEGELAPAN. yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tu[H]an kamu, Tu[h]an yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tu[h]an selain Dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?

Sebagaimana yang akan dipahami dalam ayat ini, bahwa seorang manusia diciptakan dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan yang berbeda. Sungguh, biologi modern telah mengungkap bahwa pembentukan embrio pada bayi terjadi dalam tiga tempat yang berbeda dalam rahim ibu.
Fase-fase ini mengacu pada tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan seorang bayi. Ringkasnya, ciri-ciri tahap perkembangan bayi dalam rahim adalah sebagaimana berikut:

- Tahap Pre-embrionik
Pada tahap pertama, zigot tumbuh membesar melalui pembelahan sel, dan terbentuklah segumpalan sel yang kemudian membenamkan diri pada dinding rahim. Seiring pertumbuhan zigot yang semakin membesar, sel-sel penyusunnya pun mengatur diri mereka sendiri guna membentuk tiga lapisan (bahasa biologinya disebut lapisan lembaga ektoderm, mesoderm, endoderm )

- Tahap Embrionik
Tahap kedua ini berlangsung selama lima setengah minggu. Pada masa ini bayi disebut sebagai “embrio”. Pada tahap ini, organ dan sistem tubuh bayi mulai terbentuk dari lapisan- lapisan sel tersebut.

- Tahap fetus
Dimulai dari tahap ini dan seterusnya, bayi disebut sebagai “fetus”. Tahap ini dimulai sejak kehamilan bulan kedelapan dan berakhir hingga masa kelahiran. Ciri khusus tahapan ini adalah terlihatnya fetus menyerupai manusia, dengan wajah, kedua tangan dan kakinya.

Setelah Proses demi proses telah dilalui dan usia kehamilan mencapai 37 minggu (9Bulan) maka janin siap dilahirkan menjadi bayi proses inilah yang disebut KHOLKON AKHOR (6)(Penciptaan yang Terakhir), Kata akhor /akhir dalam hal ini adalah berupa makluk baru yakni manusia yang sempurna yang terlahir dari rahim ibunya.
Skelumit telah urai proses penciptaan manusia menurut Quran melalui tahap demi tahap, akan tetapi bila kita melihat sudut pandang kaum agamis baik farisi dan saduki mengatakan bahwa ayat 1 surat Al-Insan menurut meraka adalah : pada satu masa dimana pada saat itu manusia belum disebut apa-apa, manusia berkumpal pada sebuah alam yakni alam ruh, ruh-ruh manusia yang dari orang pertama sampai orang terakhir berkumpul di alam itu, hal tersebut didasari oleh pemikiran atau doktrin sokrates dan plato yakni pilsuf yunani, kemudian masuk kedalam ajaran islam. Ulama islam yang mengatakan demikian karena bersandar dari surat 7 (Al-a’raf) ayat 172.

172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)",

Mengacu kepada ayat tersebut mereka mengatakan pada satu masa dialam ruh Allah pernah meminta kepada tiap-tiap ruh dari keturunan adam untuk bersaksi, Allah bertanya kepada ruh-ruh tersebut “Bukankah aku Robmu??”,. Mereka menjawab betul engkau rob kami.

Bahwa konsep sebelum dikandung ibunya ia berada dialam RUH, sesungguhnya sudah dapat terbantahkan dari ayat 1 Surat Al-insan itu sendiri, kata yakun adalah kata yang selumnya tidak ada, yang kemudian menjadi ada artinya memang sebelum proses kejadian dan kelahiran manusia tidak ada sesuatu atau belum dapat disebut , apapun itu kata atau kalimatnya., Di konsep idealisme konsep tersebut tidak dapat diterima karena tidak mungkin dari yang mati menghasilkan yang hidup, harus dari yang hidup menghasilkan yang hidup, akan tetapi Allah mampu menghidupkan dari yang mati. Penafsiran 7/172 mengenai alam ruh adalah warna dari filsuf yunani yakni sokrates dan aristoteles.
Kata anak adam (BaniAdam) adalah orang-orang yang berjalan disirothol mustaqim artinya adalah orang orang yang sesuai dengan surat 4/68-70 yakni Nabiyin, Sidiqin, Suhada, dan Sholihin, yang tentunya meraka telah mengenal tentang Ke ILLAH an, bahwa hanya Allah lah yang menjadi Rob(Pengatur), Malik(Penguasa/Raja), dan Illah (yang diabdi) Karena lawan dari bani adam adalah bani iblis yang tentunya orang-orang yang berjalan di shirotol magdhub waldhollin (Al-Fatiha). Bila Qs: 7/172 dipaksakan maknanya tentang adanya alam roh maka akan bertentangan dengan Qs: 42/52 . sebagai berikut:
52. Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Tatkala Manusia bersaksi bahwa Allah adalah Robnya meraka, maka manusia harus melalui tahap pencarian atau tahap pembelajaran karena yang dikatakan ruh itu adalah Perintah atau Firman Allah (Wahyu). Tahap pencarian dan pembelajaran itulah yang menjadika alquran sebagai cahaya yang mampu menerangi qolbu sehingga faham dari ketidak fahamanya.. Apabila kita memasuki ranah faham idealis sufi seolah-olah quran tersebut tidak perlu karena pada satu masa manusia pernah bersaksi bahwa Allah adalah robnya. Untuk apalagi mempelajari quran toh kita pernah beriman kepada Allah sehingga hiduplah yang normal-normal saja. Apakah seperti itu?? Itulah dalil yang menggungurkan tentang Alam Ruh.

Qs:76/2 Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), Karena itu kami jadikan dia mendengar dan Melihat.
Al-Insan:3. Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.

Dari Proses tentang kejadian manusia yang telah diurai diatas dari sulalah kemudian Alaqoh, bermutasi menjadi mudgoh, kemudian menjadi izoman dan dibalut dengan lahman hingga mencapai puncak penciptaan yang mutakhir yakni bayi, prosesnya manusia belum selesai sampai disitu. Dia akan diuji dengan perintah dan larangan.
Dalam sebuah proses manusia menuju kepada Allah ada beberapa tahapan yang harus kita fahami sebagaimana berikut:

1. Tahapan Makluk yang belum dapat disebut (unsure tanah) : Karena sebelum proses penciptaan manusia, ia hanya berasal dari sari pati tanah yang pada saat itu belum dapat disebut apa-apa (hanyalah unsure-unsure organik dan anorganik). Dari sesuatu ketiadaan menjadi ada.

2. Tahapan Hewan / Binatang (Al-haiwan) : Setelah proses 9 bulan (± 37 minggu) dalam kandungan sang ibu kemudian terlahir sebagai makhluk baru, manusia pada saat itu hanya mengedepankan fungsi otak reptilnya saja (Emotional questions /EQ), ketika ia lapar atau haus ia akan menagis dengan pengharapan ada orang tua yang akan melayaninya, belum mampu membedakan mana baik atau buruk yang terpenting baginya adalah hanya untuk kepentingan dirinya. Maka tahapan kedua menuju Allah sebagai robnya pada dasarnya manusia adalah binatang, pada usia ini manusia masih ber ROB kepada orang tuanya. Karena orang tuanyalah pada saat itu yang mengatur, mendidik, memelihara, mengayomi, mengasihi dan menyayangi dan pada saat itu pula orang tua yang menjadi pemimpinya.

3. Tahapan Manusia /Al-Insan : pada usia balig secara jasmani kurang lebih berusia 14 tahun, manusia mulai Mencari jati dirinya melalui tahapan belajar dengan mengedepan kan intelligent questions (IQ) mencerna berbagai macam ilmu, ajaran ataupun doktrin dan mampu membedakan mana baik mana buruk belum mampu membedakan mana benar (Haq) mana salah (Bathil) ketika itupula peralihan orang tua sebagai Rob mulai memudar/berkurang dengan dapat dilihat pada usia itu antara 6-14 tahun si-anak mulai banyak membantah dan melawan orang tuanya. Pada tahapan ke 3 inilah yang nantinya menentukan derajat manusia sebagaimana dalam surat Al-Insan ayat 3:

Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.

Dengan bermodalkan EQ (Nafs) Dan IQ (Fuada) manusia mulai memahami tentang fungsi keberadaan dirinya, ia berfikir tentang apa Itu Tu[h]an, dimana tu[h]an, kenapa saya ada, untuk apa saya diciptakan. SQ (Spiritual Questions) mulai memandunya untuk mencari nilai-nilai ke ILLAH an. Dikerahkan segala daya kekuatan berfikirnya untuk, mencari hakikat hidup ini . Sebagaimana firman Allah Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
Qs: 42/51. Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.

52. Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Allah menunjuki jalan yang lulus kepada seseorang dengan tiga cara pertama Allah berkata-kata kepadanya Melalui perantaraan wahyu yaitu firman-firman Allah yang telah difahaminya melalui kitab-kitab (kauniyah), kedua melalui belakang tabir yakni alam semesta sebagai ayat kauliyah (Al-bayan) dan yang ketiga adalah melalui seorang utusan-Nya yang dalam hal ini adalah Rosul Allah yang menyampaikan ayat-ayatnya, membersihkan/mensucikan, mengajarkan hukum-kukum kehidupan dan langkah-langkah kebijaksanaan/memimpin. Ketika telah ditunjukinya jalan yang lurus maka terserah manusia, apakah ia bersukur atau kufur Allah pada saat itu hanya bersikap netral.

Ketika ia bersyukur maka akan naik derajatnya menjadi makhluk yang ahsanutaqwim (Sebaik-baik makluk) ketika ia kufur maka ia akan menjadi makhluk yang asfalasafilin (Serendah rendah makluk) yang dalam Qs: 7/179 manuisa itu seburuk-buruk binatang ternak bahkan di perumpamakan seperti anjing (Qs: 7/176)

4. Tahapan Malaikat: Ketika mendengar kata malaikat maka imajinasi kita tergambar sesosok makhluk yang bersayap, mampu terbang kelangit, yang berprilaku sangat baik ada yang memberi rizki, menyampaikan wahyu, mencatat amal baik-buruk, selalu menyebut nama Allah, penjaga surga-neraka dan lain-lain. Malaikat berasal dari kata “Bahasa Arab” malak (Mufrod/tunggal) yang berarti kekuatan Jamaknya adalah malaikah .Ketika seorang manusia telah menerima firman-firman Allah yang telah disampaikan melalui utusanya kemudian ia berjanji setia, setiap nafasnya adalah wahyu Allah, setiap perbuatanya adalah sesuai dengan perintah-perintah Allah, ia mampu terbang kelangit artinya ia telah meninggalkan hayatiddunya (Kehidupan yang rendah) tak ubahnya derajat manusia itu adalah sama dengan malaikat yang selalu ruku’dan sujud kepada Allah

Malaikat identik dengan sayap. Sayap adalah sarana untuk terbang kelangit dan melepaskan dirinya dari gaya grafitasi bumi. Seorang Mu’min yang telah mampu melepaskan gaya grafitasi bumi dalam hal ini hayatiddunya hakikatnya adalah malaikat yang bersayap, Ketika malaikat itu yang tergambar sebagai makhluk jisim latif (Makluk halus) yang tak nampak oleh mata itu hanyalah fakta imajiner manusia, toh kalau memang ada seharusnya manusia dapat melihat dan merasakan keberadaanya siapapun itu orangnya.
Allah seumpama penjual emas.

Perumpamaan Allah sebagai penjual emas adalah sebagai berikut, seorang pedagang emas adalah pedagang yang paling teliti ia akan mengecek dan ricek kembali emas yang akan dibeli dari sipenjual walaupun sipenjual itu membeli emas darinya bahkan lengkap dengan surat-surat yang ia keluarkan dari tokonya. Sorang pedagang emas yang berpengalaman tentunya memulai profesinya sejak lama bahkan ada yang mewarisi dari turun temurun, karena pengalaman yang banyak sudah pasti sang pedagang mampu membedakan mana emas murni mana yang campuran hanya dengan melihat dengan matanya, tetapi kenyataanya tidak!!, sang pedagang akan mengecek dan ricek kembali sesuatu emas yang diterima dari penjual mengujinya dengan campuran zat kimia tertentu tidak lantas hanya dengan melihat atau mendengar kemudian ia yakin bahwa itu emas murni atau campuran.

Allah pun demikian, Walaupun mereka menyatakan beriman kepada Allah tidak lantas Allah berdiam diri, Allah akan terus menguji dan mengujinya sampai benar-benar bahwa emas yang diterimanya murni atau campuran.

Manusia yang telah sampai kepada tahap yang ke 4 yakni mencapai sifat atau jiwa malaikat Allah akan tetap mengujinya sampai Allah yakin hambanya murni dalam mengabdi kepadanya (IKHLAS). Jangan kita mengira setelah sampai pada tahap ke 4 Allah sudah membenamkan cinta kepada hambanya lihat saja kisah pengangkatan Adam sebagai khalifah (Qs: 2/30-35) . Bahwa dalam kisah tersebut ada malaikat-malaikat yang sombong yang tak mau ta’at kepada Allah ketika Allah memerintahkan kepada malaikat untuk tunduk (Sujud) kepada Adam. Karena tidak mau sujudnya / tunduk kepada Adam karena merasa Yang “PALING”/ SOMBONG” Maka jatuhlah ia dalam sebuah gelar yang Allah berikan kepadanya yaitu IBLIS, jadi yang dinamakan iblis adalah malaikat yang tidak patuh kepada Allah karena kesombonganya.
Kecuali adalah Orang orang yang Murni (Ikhlas) dalam mengabdi kepada Allah.

Qs:15/39. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya,
40. Kecuali hamba-hamba Engkau yang MUKHLIS di antara mereka".
41. Allah berfirman: "Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya)

KESIMPULAN
1. Dari uraian diatas sangatlah jelas bahwa untuk apa manusia menjadi sombong dan angkuh dengan tidak mau mentegakkan Dinullah (Hukum-hukum sang pencipta) padahal ada satu waktu dikala itu manusia adalah sesuatu yang belum dapat disebut.
2. Proses kejadian manusia dapat menggugurkan adanya alam ruh sebagai mana mayoritas manusia hari ini baik itu dari Yahudi, Nasrani, maupun Islam.
3. Proses kejadian manusia telah dijelaskan oleh Allah melalui Alquran 14 abad yang lalu, lantas informasi apa yang diambil hikmahya oleh Muhammad pada waktu itu, apakah ayat-ayat penciptaan manusia yang tertulis dalam quran agar Muhammad hanya menjadi dukun beranak atau bidan??, Tidak!!!! Tentunya dibalik proses penciptaan manusia ada hikmah yang paling mendasari dalam penegakkan hukum Allah dibumi. “Allah menciptakan dan membangkitkan sebuah komunitas prosesnya bagaikan menciptakan satu tubuh”.
4. Proses menuju cintanya kepada Allah melalui beberapa tahapan dan ujian, Allah tidak akan tinggal diam dan membiarkan begitu saja orang-orang yang berkata bahwa kami telah beriman padahal meraka belum di uji, sampai benar-benar Allah memisahkan mana orang yang murni dalam mengabdi kepadanya mana orang yang fasik dihadapanya.
5. Hukum sunatullah mencatat bahwa proses penciptaan manusia harus melalui tahapan demi tahapan, yang dimulai dari pembuahan sel sperma laki-laki bertemu dengan indung telur sang ibu kemudian berproses sampai lahirnya bayi kedunia, itu adalah hukum yang tidak dapat terbantahkan, maka bila ada seseorang yang lahir tanpa bertemunya sel sperma laki-laki dengan sel telur perempuan berarti Allah sudah melanggar hukumnya sendiri, berarti Allah tidak konsisten atau dengan kata lain Allah“FASIQ” Apakah penciptaan Adam dan Yesus (Isa) Allah harus melanggar hukumnya sendiri?????....
6. Apakah setelah proses kejadian manusia tersebut anda masih berfikir Allah yang menciptakan manusia atau manusia yang menciptakan Allah?.
7. Berusahalah menjadi orang-orang yang Ikhlas, karna hanya orang yang ikhlas yang menjadi penghuni jannah (Kebun).
8. MAHA BENAR ALLAH DENGAN SEGALA FIRMANNYA.